Kampus UIN Alauddin Makassar merupakan kampus yang memiliki julukan Kampus Peradaban. Kampus yang berada dibawah naungan Kementrian Agama Republik Indonesia, kampus tempat saya berkuliah.
Namun belakangan ini, mahasiswa dihebohkan oleh Surat Edaran nomor 259 yang dikeluarkan secara sepihak oleh rektor yang didalamnya mengatur ketentuan dalam proses penyampaian aspirasi. Beberapa poin diantaranya adalah pembatasan kebebasan mimbar akademik yang ketika ingin menyampaikan aspirasi secara nonlitigasi mesti mendapatkan izin dari rektor. Poin lainnya yang menjadi permasalahan dalam surat edaran tersebut adalah melarang mahasiswa membuat sebuah aliansi, ataupun simbol dengan mengatasnamakan kampus. Hal ini bertolak belakangan dengan undang-undang yang mengatakan bahwa masyarakat indonesia memiliki hak kebebasan untuk berkumpul dan berserikat serta menyampaikan aspirasi diruang publik. Dalam proses perumusan dan penetapan surat edaran itu tidak melibatkan mahasiswa ataupun lembaga Kemahasiswaan yang ada di kampus. Dan lebih parahnya lagi adalah apabila surat edaran tersebut yang bertentangan dengan undang-undang, apabila mahasiswa melakukan bentuk aksi demonstrasi maka akan diberikan sanksi skorsing.
Merespon surat edaran tersebut, mahasiswa UIN alauddin Makassar melakukan bentuk penolakan melalui aksi demonstrasi dengan membawa naskah banding akademik didepan gedung rektorat. Namun bukannya aspirasi itu diterima, justru pihak kampus mengintruksikan kepada pihak kemanan dalam hal ini satpam untuk membubarkan massa aksi dan melakukan bentuk represifitas terhadap mahasiswa. Dan lebih fatalnya lagi adalah mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi mendapatkan panggilan sidang oleh Komisi Penegakan Kode Etik (KPKE). Dan setelah persidangan itu, mahasiswa diberikan sanksi berupa skorsing melalui Surat keputusan dekan masing-masing fakultas.
Saya yang menjadi salah satu korban yang diberikan sanksi skorsing selama satu semester tersebut terkejut ketika mendapatkan surat tersebut. Bagaimana tidak, dalam Statuta UINAM sanksi skorsing hanya bisa diberikan kepada mahasiswa yang melanggar kode etik kampus. Sedangkan yang saya lakukan adalah terlibat dalam massa aksi demostrasi yang menyampaikan aspirasi, serta tidak ada bentuk pelanggaran yang dilakukan seperti merusak fasilitas. Sk skorsing yang dikeluarkan dekan itupun memiliki banyak kekeliruan didalamnya, mulai dari poin mengingat serta menimbang tidak menjelaskan dasar hukum secara rinci pasal perpasal melainkan hanya menyebutkan aturan secara umum. Dan proses penetapannya yang dimana sk skorsing tersebut ditandatangani oleh dekan pada tanggal 16 agustus, dan sanksi itu mulai berlaku pada tanggal 19 agusutus, tetapi dipublis dan diberikan kepada yang bersangkutan pada tanggal 20 agustus.
Rentetan waktu tersebut membuat saya berpikir mengapa bisa demikian ? Apakah ada kaitannya dengan pembayaran ukt ? Dan kenapa bisa sk skorsing itu dikeluarkan ?
Mengingat batas pembayaran ukt pada tanggal 16 agustus 2024, semua mahasiwa mesti melakukan pembayaran sebelum berakhir tanggal tersebut. Saya yang menggap tidak melakukan pelanggaran kode etik dan tidak pernah menduga bahwa akan diberikan sanksi skorsing pun melakukan pembayaran ukt ditanggal 16 itu. Namun saya sangat heran dengan pengeluaran sk skorsing tersebut beberapa hari pasca pembayaran. Saya merasa menjadi korban dari bentuk kesewenang-wenangan kampus dalam mengeluarkan kebijakan.
Apakah demokrasi dikampus UIN alauddin makassar kini telah mati ? Apakah Kampus UIN Alauddin Makassar kini anti kritik ? Yah, semua pertanyaan itu perlu kita sadari, pahami, serta telaah bersama jawabannya. Sebab kampus adalah ruang dimana mimbar akademik harus terus dikembangkan bukan malah dibungkam.
Penulis : Andi Muh. Dani