Menurut pendapat saya, kita harus memahami perubahan RUU TNI menjadi UU TNI.
Pengesahan RUU TNI
Pada 20 Maret 2025, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi Undang-Undang (UU). Pengesahan ini memicu berbagai reaksi dari berbagai kalangan, terutama terkait dampak yang mungkin timbul akibat perubahan tersebut.
Latar Belakang Pengesahan UU TNI
Revisi UU TNI bertujuan untuk menyesuaikan peran dan fungsi TNI dalam menghadapi tantangan keamanan modern, termasuk ancaman siber dan dinamika geopolitik internasional. Penambahan tugas dalam operasi militer selain perang seperti membantu menanggulangi ancaman siber dan melindungi kepentingan nasional di luar negeri, menjadi salah satu poin penting dalam revisi ini.
Kontroversi dan Kekhawatiran Publik
Meskipun memiliki tujuan adaptasi terhadap tantangan baru, pengesahan UU TNI tidak lepas dari kritik dan kekhawatiran publik. Beberapa poin kontroversial yang menjadi sorotan antara lain:
1. Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil
Revisi UU TNI membuka peluang bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil di berbagai kementerian dan lembaga negara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi TNI dan potensi tumpang tindih peran antara militer dan sipil.
2. Supremasi Sipil dan Demokrasi
Beberapa kalangan menilai bahwa revisi ini dapat mengurangi supremasi sipil dan berpotensi mengancam prinsip-prinsip demokrasi yang telah dibangun sejak reformasi. Komnas HAM menyoroti kurangnya partisipasi publik dalam proses pembahasan RUU ini, yang dianggap bertentangan dengan prinsip pembentukan perundang-undangan yang demokratis.
Dampak UU TNI di Kampus
Terdapat beberapa poin penting mengenai dampak UU TNI di kampus:
– Pembatasan Kebebasan Akademik
Revisi UU TNI dapat memberangus kebebasan akademik di kampus. Ada kekhawatiran bahwa TNI dapat melakukan sweeping atau operasi penertiban atas buku-buku yang dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila atau membubarkan diskusi di kampus yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip keamanan nasional.
– Kampus sebagai Zona Netral
Banyak pihak berpendapat bahwa kampus harus menjadi zona netral yang bebas dari intervensi negara, termasuk TNI. Kehadiran TNI dalam diskusi mahasiswa dapat dianggap sebagai bentuk intimidasi dan mengancam kebebasan akademik.
3. Dampak Ekonomi
Penempatan prajurit TNI di jabatan sipil dapat menimbulkan persaingan dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang berpotensi mengurangi kesempatan karier bagi masyarakat sipil. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa hal ini dapat mempengaruhi efisiensi birokrasi dan iklim investasi di Indonesia.
4. Menghidupkan Kembali Dwifungsi
TNI yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR juga mendapat kritik karena dinilai menghidupkan kembali dwifungsi ABRI dan melemahkan profesionalisme militer. Beberapa ketentuan yang dipermasalahkan termasuk kedudukan tentara sebagai pejabat sipil, perluasan wewenang TNI, dan penambahan batas usia pensiun prajurit.
Respon Pemerintah dan DPR
Meskipun terdapat penolakan dan kekhawatiran dari berbagai pihak, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan proses pengesahan UU TNI. Pimpinan DPR telah menemui Presiden Prabowo Subianto untuk membahas RUU ini, dan Presiden disebut telah menyetujui perubahan tersebut.
Langkah Lanjutan dan Harapan Publik
Sejumlah kelompok masyarakat sipil telah menyiapkan bukti-bukti formal untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah UU TNI disahkan. Mereka berharap proses ini dapat mengembalikan prinsip supremasi sipil dan memastikan bahwa peran TNI tetap sesuai dengan koridor demokrasi.
Pengesahan UU TNI membawa dampak yang kompleks bagi Indonesia. Meskipun ada upaya untuk meningkatkan peran TNI dalam menghadapi ancaman modern, perhatian terhadap dampak sosial, politik, dan ekonomi harus menjadi prioritas agar tujuan reformasi dapat tercapai tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar demokrasi dan supremasi sipil.
Penulis: Nur Khalifah
Editor: Hulwana Ahsyani