Pasokan air bersih dari PDAM Bantaeng terhenti di sejumlah kawasan akibat kerusakan instalasi pipa pasca-banjir di beberapa titik. Dampaknya terasa luas, terutama di daerah perkotaan seperti Lamalaka, Jalan Lingkar Merpati, dan Garegea, di mana sebagian besar wilayah saat ini tidak dialiri air PDAM, di Bantaeng. Sabtu (19/7/2025.
Hingga kini, PDAM hanya mengoperasikan dua mobil tangki dan satu tandon air untuk menjangkau 1.295 keluarga terdampak. Insufficient untuk memenuhi kebutuhan bersih, terutama untuk mandi, mencuci, dan kebutuhan dasar lainnya.
Menanggapi situasi ini, Ikram Firdaus selaku Kabid HOPD Himpunan Pelajar Mahasiswa Bantaeng. Menyatakan bahwa Krisis air bersih yang terus berulang di Bantaeng bukan lagi sekedar masalah teknis. Ini adalah bukti nyata kegagalan struktural dan kelalaian pemerintah daerah dalam menjalankan kewajiban konstitusionalnya terhadap rakyat. Tegas Ikram.
Ia juga menegaskan bahwa krisis air yang terjadi di Bantaeng adalah bentuk kelalaian dari PDAM selaku penanggung jawab. Ketika ribuan warga tidak mendapatkan akses air bersih selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu.
Pertanyaannya bukan lagi apa yang rusak. Melainkan, siapa yang tidak bekerja?
Direktur PDAM yang tidak merespons keluhan publik selama krisis adalah cerminan dari budaya birokrasi yang anti kritik, anti transparansi, dan miskin empati, ujarnya.
Krisis yang terjadi di Bantaeng adalah bentuk dari ketidaktegasan dari pemerintah daerah dalam menangani masalah tersebut. Bukannya mengevaluasi total manajemen PDAM atau meminta pertanggungjawaban, yang dilakukan justru sekadar menambal luka dengan pos kesehatan dan air tangki, bukan menyembuhkan penyebab utama.
Krisis ini bukan musibah melainkan kalalaian. Setiap tahun, kita bicara soal bencana banjir, kerusakan pipa atau gangguan teknis. Tapi siapa yang memastikan sistem distribusi air bisa tahan menghadapi bencana?
Tidak ada.
Infrastruktur tidak dipelihara dengan baik, anggaran habis tapi jaringan PDAM tetap rapuh, dan setiap musim kemarau atau hujan deras, rakyat disuruh “sabar”.
Menurut Ikram Firdaus, bahwa krisis air yang terjadi di Bantaeng merupakan bentuk dari kegagalan dan kurangnya niat baik dari pemerintah dalam mengatasi apa yang menjadi keresahan masyarakat.
“Kita tidak kekurangan air. Kita kekurangan niat baik dan kepemimpinan yang berani memperbaiki sistem”, Ujarnya.
HPMB juga menegaskan bahwa Krisis air di Bantaeng bukan lagi sekadar isu lingkungan atau infrastruktur. Ini sudah menjadi isu keadilan sosial, hak hidup, dan kegagalan pemerintahan lokal. Jika pemerintah terus menutup mata dan telinga, maka sah dan wajar jika rakyat mulai membuka suara, turun ke jalan, atau bahkan menuntut jalur hukum.
Melalui siaran persnya Himpunan Pelajar Mahasiswa Bantaeng menyampaikan empat tuntutan. Copot Direktur PDAM Bantaeng karena gagal menjalankan fungsi layanan publik yang paling dasar.
Kedua, Audit Independen Terhadap Pengelolaan PDAM. Tuntut pembukaan laporan keuangan PDAM secara publik dan telusuri penggunaan anggaran perawatan dan infrastruktur.
Ketiga, Libatkan Masyarakat dalam Pengawasan dan Perencanaan.
Bentuk forum warga atau komite pengawas layanan air disetiap kecamatan. Serta libatkan tokoh masyarakat, akademisi, dan LSM dalam menyusun kebijakan air.
Keempat, Permintaan Maaf dan Komitmen Terbuka Direktur PDAM. Wajib menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada warga terdampak.
Penulis: Istimewa









