Kapitalisme merupakan suatu tatanan perekenomian yang sangat mendominasi saat ini. Dengan motif keuntungan, cara kerja kapitalisme sarat akan akumulasi, eksploitasi, dan ekspansi. Menurut Karl Marx, keterpilahan masyarakat ke dalam dua kelas, antara pemilik sarana produksi (borjuasi) dan pekerja yang hanya memiliki tenaga kerja (proletariat) merupakan sebuah keniscayaan di dalam masyarakat kapitalistik.
Pada tahun 1994, WTO dan Word Bank mengeluarkan suatu kebijakan dimana setiap Negara yang tergabung di dalamnya harus meliberalisasi 12 sektor publik, salasatunya ialah pendidikan. Hal ini menjadi pertanda bahwa Negara secara perlahan mulai lepas tangan atas tanggungjawab dalam memfasilitasi pendidikan dan menyerahrkan pendidikan ke pasar yang bersifat kapitalistik.
Akibatnya, biaya pendidikan semakin mahal sebab pendidikan hari ini dijadikan sebuah komoditas. Kita harus menyiapkan sejumlah tertentu uang yang tidak sedikit jumlahnya agar dapat mengakses pendidikan. Hal ini membuat hanya golongan tertentu saja yang dapat mengaksesnya.
Selain dijadikan sebuah komoditas, pendidikan hari ini juga menjadi alat untuk mereproduksi ideologi. Ideologi yang dimaksud disini adalah ideology yang selaras dengan kepentingan kapitalisme atau kepentingan kelas penguasa. Dalam kajian yang bertema “Kapitalisme dan Pendidikan” yang diadakan oleh HMJ Ilmu Ekonomi mengatakan bahwa siapa yang berkuasa maka dialah yang mengatur pendidikan.
Hal ini sangat berbeda dengan konsep pendidikan yang dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara yang mengatakan bahwa pendidikan harus menjawab kebutuhan masyarakat. Paulo Freire juga mengkritik model pendidikan hari ini yang mengukuhkan penindasan dan kebisuan di tengah masyarakat. Menurutnya, pendidikan haruslah hadap masalah.
Penulis: Muh. Isdar Jaya
*Tulisan ini merupakan resume peserta dari Kajian Rutin bertema “Kapitalisme dan Pendidikan” yang dilaksanakan oleh Bidang Penalaran dan Keilmuan Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi (HMJ-IE) UIN Alauddin Makassar.









