Anotasiar.ID
  • Beranda
  • News
  • Liputan Khusus
    • Reportase
    • Investigasi
  • Opini
  • Sastra
    • Feature
    • Esai
    • Cerpen
    • Puisi
  • Resensi
    • Resensi Buku
    • Resensi Film
  • Resume
  • Dokumentasi
  • Info & Agenda
    • Jadwal Acara
    • Pengumuman
No Result
View All Result
  • Login
Anotasiar.ID
  • Beranda
  • News
  • Liputan Khusus
    • Reportase
    • Investigasi
  • Opini
  • Sastra
    • Feature
    • Esai
    • Cerpen
    • Puisi
  • Resensi
    • Resensi Buku
    • Resensi Film
  • Resume
  • Dokumentasi
  • Info & Agenda
    • Jadwal Acara
    • Pengumuman
No Result
View All Result
  • Login
Anotasiar.ID
News

Matinya Demokrasi di UIN Alauddin Makassar, Pengurus LK FEBI Dibekukan

Anotasiar
29 November 2024
Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar

Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar

0
SHARES
127
VIEWS
7 min read
A A

Pada tanggal 25 juli 2024, Prof. Drs. Hamdan Juhannis M.A. Ph.D selaku Rektor UIN Alauddin Makassar menerbitkan Surat Edaran (SE) bernomor 2591 tentang ketentuan dalam proses menyampaikan aspirasi. Terbitnya SE sontak mengundang reaksi berbagi pihak, tidak terkecuali lembaga kemahasiswaan. Pasalnya, terdapat salah satu poin yang bunyinya “Pelaksanaan aspirasi mahasiswa wajib dilakukan secara bertanggungjawab, melalui surat penyampaian kepada pimpinan universitas atau fakultas sekaligus mendapat izin tertulis dari pimpinan universitas atau fakultas, pengajuan surat izin paling lambat 3 x 24 jam”. Poin yang mendapat sorotan utama. Hal ini lekas direspon melalui rangkaian ‘aksi tolak SE 2591’ yang bergulir selama beberapa kali. Salah duanya, tepat pada tanggal 31 Juli 2024, puluhan pengurus lembaga kemahasiswaan yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UIN Alauddin Makassar melangsungkan aksi tepat di Gedung Rektorat.

Dalam prosesnya, aksi mahasiswa direspon aksi represi dari satpam kampus. Alih-alih bertemu dan menerima aspirasi mahasiswa, puluhan satpam bak penjaga tampil garang di depan para mahasiswa. Selain menghambur puluhan massa, beberapa mengaku mendapat pukulan dan ditangkap paksa. Lalu di seret masuk ke kerumunan satpam. Mereka menggebuk dan menendang meski yang tertangkap tidak melawan. Merasa dirugikan, aliansi mahasiswa kembali melangsungkan aksi simbolik di Gedung Rektorat sebagai upaya menggalang solidaritas pada tanggal 1 Agustus 2024. Esok harinya, tanggal 2 Agustus 2024, Aliansi Mahasiswa melangsungkan aksi lagi menyoal terbitnya SE 2591 di Gedung Rektorat dengan massa yang lebih banyak. Namun, sikap Pimpinan Universitas lagi dan lagi abai terhadap aspirasi mahasiswanya.

Merasa Pimpinan Universitas mengabaikan aspirasi, aliansi mahasiswa UIN Alauddin Makassar melangsungkan aksi demonstrasi di depan kampus I ( jl. Sultan Alauddin, Makassar ) tanggal 5 agustus 2024. Dalam proses penyampaian aspirasi, personil kepolisian Polrestabes Makassar secara sepihak melakukan pembubaran, pemukulan, hingga penangkapan paksa terhadap sejumlah 27 mahasiswa digiring ke kantor Kepolisian Polrestabes Makassar layaknya pelaku kejahatan, akibatnya beberapa mahasiswa luka-luka akibat pemukulan. Tindakan kepolisian ini menunjukkan kesewenang-wenangan dalam menangani aksi demonstrasi dan bertolak belakang dengan pasal 28E ayat 3 undang-undang 1945 “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Pasalnya, Aliansi Mahasiswa UIN Alauddin Makassar telah memasukkan Surat Pemberitahuan Aksi kepada Polrestabes Makassar dan tidak ada bentuk pelanggaran aturan yang dilakukan oleh para aliansi mahasiswa.

Mirisnya, kejadian pemukulan dan penangkapan itu disaksikan langsung oleh para pimpinan Kampus yang berada dalam Gedung kampus I namun tidak ada upaya untuk melakukan pembelaan terhadap mahasiswanya. Sontak kejadian itu viral di media sosial dan mengundang reaksi banyak pihak, beberapa tokoh aktivis HAM mulai dari Bivitri, Feri Amsari, hingga Rocky Gerung turut merespon dan mengecam tindakan penangkapan tersebut.

Tidak puas dengan tindak represi menggunakan satpam sebagai tameng. Sejumlah mahasiswa justru mendapat panggilan dari Dewan Kehormatan Universitas (DKU). Tentu panggilan ini tidak ditujukan untuk mendengar pandangan mahasiswa terkait surat edaran. Namun diposisikan sebagai pihak bersalah karena telah melakukan aksi. Sehingga perlu menjalani sidang etik. Tentunya pola pemanggilan tiap fakultas berbeda-beda dari segi waktu, pada tanggal 6 Agustus 2024 Dewan Kehormatan Universitas (DKU) Menerbitkan surat pemanggilan dengan terlampir 5 nama mahasiswa pengurus lembaga kemahasiswaan FEBI. Nama-nama terlampir ialah 1) Andi Muh. Dani selaku ketua SEMA-F, 2) Ahmad Raihan selaku ketua komisi disiplin SEMA-F , 3) Yahya Nur selaku ketua DEMA-F, 4) Ahmad Fauzy Fitrawan selaku ketua HMJ Ekonomi Islam, 5) M. Arjun selaku ketua HMJ Akuntansi. Sontak surat pemanggilan itu membuat kaget mahasiswa yang namanya terlampir sebab mereka menganggap tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan menjalani sidang kode etik.

Keesokan harinya, tanggal 7 Agustus 2024 mahasiswa yang terlampir namanya dalam surat pemanggilan memenuhi panggilan sidang kode etik digedung rektorat yang dipimpin oleh 2 orang Dewan Kehormatan Universitas . Dalam proses persidangan, hanya ada 2 pertanyaan yang disodorkan oleh Dewan Kehormatan Universitas kepada mahasiswa yang terpanggil. Yakni 1), Apakah saudara terlibat dalam aksi demonstrasi tanggal 31 Juli 2024 atau tidak ? kemudian dijawab “Ya” oleh semua mahasiswa terpangil. 2), Apakah saudara melakukan orasi pada saat aksi demonstrasi berlangsung ? semua mahasiswa terpanggil menjawab “Tidak” terkecuali Yahya Nur selaku ketua DEMA-F yang melakukan orasi. Kemudian Dewan Kehormaatan Universitas memberikan pertanyaan terkhusus kepada Yahya Nur yakni, Apa isi tuntutan saudara pada saat orasi ? Yahya Nur menjawab “isi orasi saya yakni tolak SE 2591 sebab membatasi hak kebebasan ekspresi dilingkungan kampus”. Pertanyaan itu menjadi pertanyaan terakhir sekaligus menutup persidangan.

Hasilnya, surat keputusan skorsing pada sejumlah mahasiswa kembali diterbitkan. Jumlahnya mencapai 31 mahasiswa, seluruhnya merupakan pengurus lembaga kemahasiswaan. Dari Fakultas Syariah dan Hukum sebanyak 10 mahasiswa, Ushuluddin dan Filsafat sebanyak 6 mahasiswa, Tarbiyah dan Keguruan 3 mahasiswa, 2 mahasiswa dari Adab dan Humaniora. Sedang Fakultas Sains dan Teknologi maupun Fakultas Dakwah dan Komunikasi, masing-masing 1 mahasiswa. Sisanya, 7 mahasiswa dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.

Pola terbit SK Skorsing di masing-masing fakultas berbeda-beda. Terutama dari segi waktu maupun tanggal pemberian SK Skorsing pada mahasiswa. Sama halnya yang dialami oleh 7 Pengurus Lembaga Kemahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (LK-FEBI). SK Skorsing pertama terbit pada tanggal 16 Agustus 2024. 5 mahasiswa kaget, namanya ada dalam daftar SK yang mereka terima pada tanggal 19 Agustus 2024. SK Skorsing tersebut ditandatangani langsung oleh Dr. Amiruddin K, M.Ei selaku Dekan. Merasa dirugikan dengan putusan pimpinan, LK-FEBI kembali melakukan sejumlah aksi penolakan. Namun, Dekan seolah lempar batu sembunyi tangan. Tidak sekalipun Dekan pernah menemui LK-FEBI saat aksi dilakukan. Hanya mewakilkan diri pada Dr. Hasbiullah SE, M.Si selaku Wakil Dekan III untuk menemui massa aksi.

Geram dengan sikap Dekan dan jajarannya yang begitu abai pada Lembaga Kemahasiswaan. Pada tanggal 19 Agustus 2024 LK-FEBI kembali melakukan aksi di Gedung Fakultas. LK-FEBI turut melayangkan gugatan atas ketidakjelasan pimpinan dalam menempatkan lembaga kemahasiswaan untuk turut andil dalam proses persiapan penyambutan mahasiswa baru. Dalam hal ini, LK-FEBI mendapati empat poin masalah yang perlu direspon yakni 1) Tidak diterbitkannya SK kepanitiaan PBAK, 2) LK-FEBI diberi batas untuk berkreasi dalam pelaksanaan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK), 3) Adanya intervensi terhadap pengurus lembaga kemahasiswaan, serta 4) tidak adanya transparansi atas alokasi penggunaan anggaran PBAK. Tidak terima dengan situasi tersebut, akhirnya LK-FEBI memutuskan untuk menarik diri dari kepanitiaan PBAK. “penarikan diri sodara, kami terima” Ucap Wakil Dekan III saat berhadapan dengan lembaga kemahasiswaan. Pernyataan Wakil Dekan III ini membuktikan bahwa bentuk ketidakpedulian pimpinan terhadap lembaga kemahasiswaan sehingga bentuk pernyataan yang diberikan oleh pengurus LK-FEBI disetujui begitu saja tanpa ada pertimbangan bahwa, keputusan tersebut tidak sejalan dengan buku pedoman mahasiswa yang mewajibkan keterlibatan lembaga kemahasiswaan dalam proses penyambutan mahasiswa baru. Sehingga, dengan keputusan tersebut dapat dikatakan bahwa pimpinan pun melakukan pelanggaran terhadap buku saku, namun pasalnya yang terjadi ialah, sanksi yang diberikan terhadap pelanggar aturan kampus berlaku hanya kepada mahasiswa pelanggar aturan kampus dan tidak untuk pimpinan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.

Pada hari selanjutnya, di tanggal 20 Agustus LK-FEBI kembali melakukan aksi. Aksi ini dilakukan sebagai wujud dukungan terhadap nasib 5 mahasiswa yang telah diberi sanksi skorsing, LK-FEBI berharap agar SK Skorsing dapat segera dicabut. Namun, lagi-lagi aksi tersebut tidak pernah sekalipun disikapi secara serius. Bahkan Dekan masih pada sikap yang sama. Menghindari lembaga kemahasiswaan dan tetap mewakilkan diri pada Wakil Dekan III. LK-FEBI lekas memberi sodoran surat somasi pada pimpinan. Surat ini berisikan tuntutan agar pimpinan segera mencabut SK skorsing. Apabila dalam waktu 2 x 24 jam SK tersebut tidak dicabut. Maka, LK-FEBI akan vacuum dan tidak menjalankan roda organisasi. Surat somasi ini juga berisi daftar seluruh Pengurus LK-FEBI yang juga terlibat dalam aksi tolak surat edaran 2591. Jumlahnya mencapai 127 orang, belum termasuk 5 mahasiswa yang telah diskorsing sebelumnya karena aksi penolakan surat edaran 2591. Bukan tanpa alasan, 127 nama pengurus ini menyatakan dukungan dan siap untuk turut diskorsing apabila pimpinan tidak segera mencabut SK Skorsing yang telah terbit.

Ditengah-tengah perselisihan antara Pimpinan Fakultas dengan LK-FEBI, Dewan Kehormatan Universitas kembali memanggil 2 mahasiswa pengurus Lembaga kemahasiswaan, Yakni 1), Kipran Kasim selaku Sekretaris Umum DEMA-F, 2) Agustiawan Putragesi selaku ketua bidang Advokasi dan Aksi DEMA-F. Pada tanggal 22 Agustus 2024 hanya Kipran Kasim yang memenuhi panggilan sidang Kode etik di gedung rektorat sebab Agustiawan Putragesi berhalangan hadir. Dalam proses persidangan, ada beberapa pertanyaan yang diberikan oleh Dewan Kehormatan Universitas. Yakni 1), Apakah saudara terlibat dalam aksi tanggal 31 Juli 2024 ? Kipran menjawab “Ya”. 2), Apakah saudara melakukan orasi pada saat aski berlangsung ? “Tidak” jawab Kipran. pertanyaan itu sekaligus mengakhiri persidangan.

Pada proses penggarapan penyambutan PBAK Fakultas, Dekan FEBI menetapkan kepanitiaan PBAK yang diisi oleh dosen-dosen dan staf serta security. Dalam pelaksanaannya, Pimpinan FEBI merendahkan citra lembaga keamahasiswaan dihadapan mahasiswa baru 2024, pimpinan menggiring asumsi mahasiswa baru 2024 seolah-olah LK-FEBI yang menarik diri dari kepanitiaan tanpa sebab. Pelaksanaan PBAK Fakultas ditanggal 3 september 2024 dijadikan momentum oleh LK-FEBI melakukan aksi demonstrasi didepan gedung aula FEBI, masih dengan isu yang sama, tuntutan pencabutan SK Skorsing. Namun, lagi dan lagi Dekan FEBI mewakilkan dirinya kepada Wakil Dekan III Dr. Hasbiullah SE. M.Si dalam menemui massa aksi. Namun, seperti pada aski-aksi sebelumnya, tuntutan Lembaga kemahasiswaan tidak dipenuhi oleh pimpinan FEBI. Bukannya tuntutan dipenuhi, Pimpinan menggunakan satpam sebagai tameng dan melakukan represifitas terhadap LK-FEBI.

Bahkan, alih-alih bertanggungjawab atas SK Skorsing pertama. Penolakan SK Skorsing yang dilayangkan oleh LK-FEBI, justru kembali direspon dengan terbitnya SK Skorsing kedua. Dr. Amiruddin K, M.E.I selaku Dekan FEBI menandantangi SK Skorsing tanggal 2 september 2024, 2 mahasiswa pengurus lembaga kaget setelah merima SK Skorsing tanggal 13 september 2024. Jika ditelisik lebih jauh, sanksi skorsing termasuk dalam kategori sanksi pelanggaran sedang, sedangkan semua mahasiswa yang diskorsing hanyalah melakukan aksi demonstrasi penyampaian aspirasi secara damai.

Pasca surat somasi dilayangkan, LK-FEBI masih tetap menjalankan aktivitas-aktivitas kelembagaan. Merespon surat somasi yang dilayangkan LK-FEBI, bukannya memenuhi tuntutan, pada tanggal 20 September 2024, Dekan FEBI menggelar rapat pimpinan yang menghasilkan keputusan pembekuan Pengurus Lembaga Kemahasiswaan FEBI. Kemudian pada tanggal 4 Oktober 2024, Dekan FEBI menandatangani SK Pembekuan Pengurus Lembaga Kemahasiswaan yang terdiri dari SEMA-F, DEMA-F, HMJ Ekonomi Islam, HMJ Ilmu Ekonomi, HMJ Akuntansi, dan HMJ Perbankan Syariah. Jika ditelaah, ada rentan waktu hampir 2 bulan dari pemberian surat somasi hingga penandatanganan SK Pembekuan Pengurus Lembaga Kemahasiswaan.

Pada tanggal 8 Oktober 2024, ketua DEMA FEBI Yahya Nur dikirimkan SK Pembekuan Pengurus Lembaga Kemahasiswaan dari salah satu Ketua Jurusan, hal ini dianggap keliru sebab yang memiliki wewenang memberikan SK Pembekuan Pengurus tersebut adalah Pimpinan Fakultas dalam hal ini Dekan beserta jajarannya. Pemberian SK Pembekuan Pengerus tersebut tidak secara merata tersampaikan kepada semua Lembaga Kemahasiswaan. Kemudian pada tanggal 10 Oktober 2024, Yahya Nur menemui Wadek III FEBI Dr. Hasbiullah S.E, M.Si diruangannya guna meminta penjelasan terkait SK Pembekuan Pengurus sebab tidak ada proses pemanggilan terhadap Lembaga Kemahasiswaan sebelum dikeluarkannya SK tersebut. Namun jawaban yang diberikan oleh Wadek III justru menyudutkan LK FEBI seolah-olah Pembekuan Pengurus itu diminta langsung oleh Pengurus LK FEBI, padahal dalam somasi ada tuntutan pencabutan SK Skorsing. “Saya naik ke ruangannya untuk memastikan SK Pembekuan Pengurus itu, cuman jawab pak Hasbi tidak menyelesaikan permasalahan” ucap Yahya Nur (22 November).

Setelah mengumpulkan semua sumber yang dijadikan dasar hukum dalam SK Pembekuan Pengurus, LK-FEBI melakukan pengkajian terhadap SK Pembekuan Pengurus yang dinilai cacat administrasi dan mengandung kejanggalan pada isinya. Hasilnya, hampir semua point mengingat dalam SK Pembekuan bertolak belakang dengan konteks pembekuan. Fatalnya, ada 2 point dasar hukum yang digunakan yang sudah tidak berlaku lagi. “kalau kita baca dan telaah, isi SKnya banyak yang keliru. Apalagi dasar-dasar pengambilan keputusannya banyak yang cacat, mulai dari tidak sesuainya aturan yang menjadi landasan hingga ada aturan yang sudah tidak berlaku lagi yang dijadikan landasan”. Imbuh Dani, Ketua SEMA FEBI (22 November 2024)

Dani juga menambahkan bahwa SK Pembekuan Pengurus ini adalah bentuk upaya pembungkaman demokrasi dan pembredelan Lembaga Kemahasiswaan. SK Pembekuan Pengurus tersebut sarat akan kepentingan politis karena pada bulan Desember, periode LK-FEBI berakhir. “Sebentar lagi akan ada LPP, maka dengan alasan SK Pembekuan Pengurus tak berdasar tersebut Panitia LPP akan diambil alih oleh pimpinan”. Kejadian ini menggambarkan watak pimpinan FEBI yang anti kritik.

Berdasarkan hasil pengkajian data, LK-FEBI menyimpulkan bahwa SK Pembekuan Pengurus no. 3150 yang ditandatangani oleh Dekan FEBI Dr. Amiruddin K, M.E.I cacat administrasi. Maka LK-FEBI dengan tegas menyatakan menolak dan menuntut pencabutan SK pembekuan pengurus.

Penulis: Dani

7 min read
A A

Pada tanggal 25 juli 2024, Prof. Drs. Hamdan Juhannis M.A. Ph.D selaku Rektor UIN Alauddin Makassar menerbitkan Surat Edaran (SE) bernomor 2591 tentang ketentuan dalam proses menyampaikan aspirasi. Terbitnya SE sontak mengundang reaksi berbagi pihak, tidak terkecuali lembaga kemahasiswaan. Pasalnya, terdapat salah satu poin yang bunyinya “Pelaksanaan aspirasi mahasiswa wajib dilakukan secara bertanggungjawab, melalui surat penyampaian kepada pimpinan universitas atau fakultas sekaligus mendapat izin tertulis dari pimpinan universitas atau fakultas, pengajuan surat izin paling lambat 3 x 24 jam”. Poin yang mendapat sorotan utama. Hal ini lekas direspon melalui rangkaian ‘aksi tolak SE 2591’ yang bergulir selama beberapa kali. Salah duanya, tepat pada tanggal 31 Juli 2024, puluhan pengurus lembaga kemahasiswaan yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UIN Alauddin Makassar melangsungkan aksi tepat di Gedung Rektorat.

Dalam prosesnya, aksi mahasiswa direspon aksi represi dari satpam kampus. Alih-alih bertemu dan menerima aspirasi mahasiswa, puluhan satpam bak penjaga tampil garang di depan para mahasiswa. Selain menghambur puluhan massa, beberapa mengaku mendapat pukulan dan ditangkap paksa. Lalu di seret masuk ke kerumunan satpam. Mereka menggebuk dan menendang meski yang tertangkap tidak melawan. Merasa dirugikan, aliansi mahasiswa kembali melangsungkan aksi simbolik di Gedung Rektorat sebagai upaya menggalang solidaritas pada tanggal 1 Agustus 2024. Esok harinya, tanggal 2 Agustus 2024, Aliansi Mahasiswa melangsungkan aksi lagi menyoal terbitnya SE 2591 di Gedung Rektorat dengan massa yang lebih banyak. Namun, sikap Pimpinan Universitas lagi dan lagi abai terhadap aspirasi mahasiswanya.

Merasa Pimpinan Universitas mengabaikan aspirasi, aliansi mahasiswa UIN Alauddin Makassar melangsungkan aksi demonstrasi di depan kampus I ( jl. Sultan Alauddin, Makassar ) tanggal 5 agustus 2024. Dalam proses penyampaian aspirasi, personil kepolisian Polrestabes Makassar secara sepihak melakukan pembubaran, pemukulan, hingga penangkapan paksa terhadap sejumlah 27 mahasiswa digiring ke kantor Kepolisian Polrestabes Makassar layaknya pelaku kejahatan, akibatnya beberapa mahasiswa luka-luka akibat pemukulan. Tindakan kepolisian ini menunjukkan kesewenang-wenangan dalam menangani aksi demonstrasi dan bertolak belakang dengan pasal 28E ayat 3 undang-undang 1945 “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Pasalnya, Aliansi Mahasiswa UIN Alauddin Makassar telah memasukkan Surat Pemberitahuan Aksi kepada Polrestabes Makassar dan tidak ada bentuk pelanggaran aturan yang dilakukan oleh para aliansi mahasiswa.

Mirisnya, kejadian pemukulan dan penangkapan itu disaksikan langsung oleh para pimpinan Kampus yang berada dalam Gedung kampus I namun tidak ada upaya untuk melakukan pembelaan terhadap mahasiswanya. Sontak kejadian itu viral di media sosial dan mengundang reaksi banyak pihak, beberapa tokoh aktivis HAM mulai dari Bivitri, Feri Amsari, hingga Rocky Gerung turut merespon dan mengecam tindakan penangkapan tersebut.

Tidak puas dengan tindak represi menggunakan satpam sebagai tameng. Sejumlah mahasiswa justru mendapat panggilan dari Dewan Kehormatan Universitas (DKU). Tentu panggilan ini tidak ditujukan untuk mendengar pandangan mahasiswa terkait surat edaran. Namun diposisikan sebagai pihak bersalah karena telah melakukan aksi. Sehingga perlu menjalani sidang etik. Tentunya pola pemanggilan tiap fakultas berbeda-beda dari segi waktu, pada tanggal 6 Agustus 2024 Dewan Kehormatan Universitas (DKU) Menerbitkan surat pemanggilan dengan terlampir 5 nama mahasiswa pengurus lembaga kemahasiswaan FEBI. Nama-nama terlampir ialah 1) Andi Muh. Dani selaku ketua SEMA-F, 2) Ahmad Raihan selaku ketua komisi disiplin SEMA-F , 3) Yahya Nur selaku ketua DEMA-F, 4) Ahmad Fauzy Fitrawan selaku ketua HMJ Ekonomi Islam, 5) M. Arjun selaku ketua HMJ Akuntansi. Sontak surat pemanggilan itu membuat kaget mahasiswa yang namanya terlampir sebab mereka menganggap tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan menjalani sidang kode etik.

Keesokan harinya, tanggal 7 Agustus 2024 mahasiswa yang terlampir namanya dalam surat pemanggilan memenuhi panggilan sidang kode etik digedung rektorat yang dipimpin oleh 2 orang Dewan Kehormatan Universitas . Dalam proses persidangan, hanya ada 2 pertanyaan yang disodorkan oleh Dewan Kehormatan Universitas kepada mahasiswa yang terpanggil. Yakni 1), Apakah saudara terlibat dalam aksi demonstrasi tanggal 31 Juli 2024 atau tidak ? kemudian dijawab “Ya” oleh semua mahasiswa terpangil. 2), Apakah saudara melakukan orasi pada saat aksi demonstrasi berlangsung ? semua mahasiswa terpanggil menjawab “Tidak” terkecuali Yahya Nur selaku ketua DEMA-F yang melakukan orasi. Kemudian Dewan Kehormaatan Universitas memberikan pertanyaan terkhusus kepada Yahya Nur yakni, Apa isi tuntutan saudara pada saat orasi ? Yahya Nur menjawab “isi orasi saya yakni tolak SE 2591 sebab membatasi hak kebebasan ekspresi dilingkungan kampus”. Pertanyaan itu menjadi pertanyaan terakhir sekaligus menutup persidangan.

Hasilnya, surat keputusan skorsing pada sejumlah mahasiswa kembali diterbitkan. Jumlahnya mencapai 31 mahasiswa, seluruhnya merupakan pengurus lembaga kemahasiswaan. Dari Fakultas Syariah dan Hukum sebanyak 10 mahasiswa, Ushuluddin dan Filsafat sebanyak 6 mahasiswa, Tarbiyah dan Keguruan 3 mahasiswa, 2 mahasiswa dari Adab dan Humaniora. Sedang Fakultas Sains dan Teknologi maupun Fakultas Dakwah dan Komunikasi, masing-masing 1 mahasiswa. Sisanya, 7 mahasiswa dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.

Pola terbit SK Skorsing di masing-masing fakultas berbeda-beda. Terutama dari segi waktu maupun tanggal pemberian SK Skorsing pada mahasiswa. Sama halnya yang dialami oleh 7 Pengurus Lembaga Kemahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (LK-FEBI). SK Skorsing pertama terbit pada tanggal 16 Agustus 2024. 5 mahasiswa kaget, namanya ada dalam daftar SK yang mereka terima pada tanggal 19 Agustus 2024. SK Skorsing tersebut ditandatangani langsung oleh Dr. Amiruddin K, M.Ei selaku Dekan. Merasa dirugikan dengan putusan pimpinan, LK-FEBI kembali melakukan sejumlah aksi penolakan. Namun, Dekan seolah lempar batu sembunyi tangan. Tidak sekalipun Dekan pernah menemui LK-FEBI saat aksi dilakukan. Hanya mewakilkan diri pada Dr. Hasbiullah SE, M.Si selaku Wakil Dekan III untuk menemui massa aksi.

Geram dengan sikap Dekan dan jajarannya yang begitu abai pada Lembaga Kemahasiswaan. Pada tanggal 19 Agustus 2024 LK-FEBI kembali melakukan aksi di Gedung Fakultas. LK-FEBI turut melayangkan gugatan atas ketidakjelasan pimpinan dalam menempatkan lembaga kemahasiswaan untuk turut andil dalam proses persiapan penyambutan mahasiswa baru. Dalam hal ini, LK-FEBI mendapati empat poin masalah yang perlu direspon yakni 1) Tidak diterbitkannya SK kepanitiaan PBAK, 2) LK-FEBI diberi batas untuk berkreasi dalam pelaksanaan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK), 3) Adanya intervensi terhadap pengurus lembaga kemahasiswaan, serta 4) tidak adanya transparansi atas alokasi penggunaan anggaran PBAK. Tidak terima dengan situasi tersebut, akhirnya LK-FEBI memutuskan untuk menarik diri dari kepanitiaan PBAK. “penarikan diri sodara, kami terima” Ucap Wakil Dekan III saat berhadapan dengan lembaga kemahasiswaan. Pernyataan Wakil Dekan III ini membuktikan bahwa bentuk ketidakpedulian pimpinan terhadap lembaga kemahasiswaan sehingga bentuk pernyataan yang diberikan oleh pengurus LK-FEBI disetujui begitu saja tanpa ada pertimbangan bahwa, keputusan tersebut tidak sejalan dengan buku pedoman mahasiswa yang mewajibkan keterlibatan lembaga kemahasiswaan dalam proses penyambutan mahasiswa baru. Sehingga, dengan keputusan tersebut dapat dikatakan bahwa pimpinan pun melakukan pelanggaran terhadap buku saku, namun pasalnya yang terjadi ialah, sanksi yang diberikan terhadap pelanggar aturan kampus berlaku hanya kepada mahasiswa pelanggar aturan kampus dan tidak untuk pimpinan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.

Pada hari selanjutnya, di tanggal 20 Agustus LK-FEBI kembali melakukan aksi. Aksi ini dilakukan sebagai wujud dukungan terhadap nasib 5 mahasiswa yang telah diberi sanksi skorsing, LK-FEBI berharap agar SK Skorsing dapat segera dicabut. Namun, lagi-lagi aksi tersebut tidak pernah sekalipun disikapi secara serius. Bahkan Dekan masih pada sikap yang sama. Menghindari lembaga kemahasiswaan dan tetap mewakilkan diri pada Wakil Dekan III. LK-FEBI lekas memberi sodoran surat somasi pada pimpinan. Surat ini berisikan tuntutan agar pimpinan segera mencabut SK skorsing. Apabila dalam waktu 2 x 24 jam SK tersebut tidak dicabut. Maka, LK-FEBI akan vacuum dan tidak menjalankan roda organisasi. Surat somasi ini juga berisi daftar seluruh Pengurus LK-FEBI yang juga terlibat dalam aksi tolak surat edaran 2591. Jumlahnya mencapai 127 orang, belum termasuk 5 mahasiswa yang telah diskorsing sebelumnya karena aksi penolakan surat edaran 2591. Bukan tanpa alasan, 127 nama pengurus ini menyatakan dukungan dan siap untuk turut diskorsing apabila pimpinan tidak segera mencabut SK Skorsing yang telah terbit.

Ditengah-tengah perselisihan antara Pimpinan Fakultas dengan LK-FEBI, Dewan Kehormatan Universitas kembali memanggil 2 mahasiswa pengurus Lembaga kemahasiswaan, Yakni 1), Kipran Kasim selaku Sekretaris Umum DEMA-F, 2) Agustiawan Putragesi selaku ketua bidang Advokasi dan Aksi DEMA-F. Pada tanggal 22 Agustus 2024 hanya Kipran Kasim yang memenuhi panggilan sidang Kode etik di gedung rektorat sebab Agustiawan Putragesi berhalangan hadir. Dalam proses persidangan, ada beberapa pertanyaan yang diberikan oleh Dewan Kehormatan Universitas. Yakni 1), Apakah saudara terlibat dalam aksi tanggal 31 Juli 2024 ? Kipran menjawab “Ya”. 2), Apakah saudara melakukan orasi pada saat aski berlangsung ? “Tidak” jawab Kipran. pertanyaan itu sekaligus mengakhiri persidangan.

Pada proses penggarapan penyambutan PBAK Fakultas, Dekan FEBI menetapkan kepanitiaan PBAK yang diisi oleh dosen-dosen dan staf serta security. Dalam pelaksanaannya, Pimpinan FEBI merendahkan citra lembaga keamahasiswaan dihadapan mahasiswa baru 2024, pimpinan menggiring asumsi mahasiswa baru 2024 seolah-olah LK-FEBI yang menarik diri dari kepanitiaan tanpa sebab. Pelaksanaan PBAK Fakultas ditanggal 3 september 2024 dijadikan momentum oleh LK-FEBI melakukan aksi demonstrasi didepan gedung aula FEBI, masih dengan isu yang sama, tuntutan pencabutan SK Skorsing. Namun, lagi dan lagi Dekan FEBI mewakilkan dirinya kepada Wakil Dekan III Dr. Hasbiullah SE. M.Si dalam menemui massa aksi. Namun, seperti pada aski-aksi sebelumnya, tuntutan Lembaga kemahasiswaan tidak dipenuhi oleh pimpinan FEBI. Bukannya tuntutan dipenuhi, Pimpinan menggunakan satpam sebagai tameng dan melakukan represifitas terhadap LK-FEBI.

Bahkan, alih-alih bertanggungjawab atas SK Skorsing pertama. Penolakan SK Skorsing yang dilayangkan oleh LK-FEBI, justru kembali direspon dengan terbitnya SK Skorsing kedua. Dr. Amiruddin K, M.E.I selaku Dekan FEBI menandantangi SK Skorsing tanggal 2 september 2024, 2 mahasiswa pengurus lembaga kaget setelah merima SK Skorsing tanggal 13 september 2024. Jika ditelisik lebih jauh, sanksi skorsing termasuk dalam kategori sanksi pelanggaran sedang, sedangkan semua mahasiswa yang diskorsing hanyalah melakukan aksi demonstrasi penyampaian aspirasi secara damai.

Pasca surat somasi dilayangkan, LK-FEBI masih tetap menjalankan aktivitas-aktivitas kelembagaan. Merespon surat somasi yang dilayangkan LK-FEBI, bukannya memenuhi tuntutan, pada tanggal 20 September 2024, Dekan FEBI menggelar rapat pimpinan yang menghasilkan keputusan pembekuan Pengurus Lembaga Kemahasiswaan FEBI. Kemudian pada tanggal 4 Oktober 2024, Dekan FEBI menandatangani SK Pembekuan Pengurus Lembaga Kemahasiswaan yang terdiri dari SEMA-F, DEMA-F, HMJ Ekonomi Islam, HMJ Ilmu Ekonomi, HMJ Akuntansi, dan HMJ Perbankan Syariah. Jika ditelaah, ada rentan waktu hampir 2 bulan dari pemberian surat somasi hingga penandatanganan SK Pembekuan Pengurus Lembaga Kemahasiswaan.

Pada tanggal 8 Oktober 2024, ketua DEMA FEBI Yahya Nur dikirimkan SK Pembekuan Pengurus Lembaga Kemahasiswaan dari salah satu Ketua Jurusan, hal ini dianggap keliru sebab yang memiliki wewenang memberikan SK Pembekuan Pengurus tersebut adalah Pimpinan Fakultas dalam hal ini Dekan beserta jajarannya. Pemberian SK Pembekuan Pengerus tersebut tidak secara merata tersampaikan kepada semua Lembaga Kemahasiswaan. Kemudian pada tanggal 10 Oktober 2024, Yahya Nur menemui Wadek III FEBI Dr. Hasbiullah S.E, M.Si diruangannya guna meminta penjelasan terkait SK Pembekuan Pengurus sebab tidak ada proses pemanggilan terhadap Lembaga Kemahasiswaan sebelum dikeluarkannya SK tersebut. Namun jawaban yang diberikan oleh Wadek III justru menyudutkan LK FEBI seolah-olah Pembekuan Pengurus itu diminta langsung oleh Pengurus LK FEBI, padahal dalam somasi ada tuntutan pencabutan SK Skorsing. “Saya naik ke ruangannya untuk memastikan SK Pembekuan Pengurus itu, cuman jawab pak Hasbi tidak menyelesaikan permasalahan” ucap Yahya Nur (22 November).

Setelah mengumpulkan semua sumber yang dijadikan dasar hukum dalam SK Pembekuan Pengurus, LK-FEBI melakukan pengkajian terhadap SK Pembekuan Pengurus yang dinilai cacat administrasi dan mengandung kejanggalan pada isinya. Hasilnya, hampir semua point mengingat dalam SK Pembekuan bertolak belakang dengan konteks pembekuan. Fatalnya, ada 2 point dasar hukum yang digunakan yang sudah tidak berlaku lagi. “kalau kita baca dan telaah, isi SKnya banyak yang keliru. Apalagi dasar-dasar pengambilan keputusannya banyak yang cacat, mulai dari tidak sesuainya aturan yang menjadi landasan hingga ada aturan yang sudah tidak berlaku lagi yang dijadikan landasan”. Imbuh Dani, Ketua SEMA FEBI (22 November 2024)

Dani juga menambahkan bahwa SK Pembekuan Pengurus ini adalah bentuk upaya pembungkaman demokrasi dan pembredelan Lembaga Kemahasiswaan. SK Pembekuan Pengurus tersebut sarat akan kepentingan politis karena pada bulan Desember, periode LK-FEBI berakhir. “Sebentar lagi akan ada LPP, maka dengan alasan SK Pembekuan Pengurus tak berdasar tersebut Panitia LPP akan diambil alih oleh pimpinan”. Kejadian ini menggambarkan watak pimpinan FEBI yang anti kritik.

Berdasarkan hasil pengkajian data, LK-FEBI menyimpulkan bahwa SK Pembekuan Pengurus no. 3150 yang ditandatangani oleh Dekan FEBI Dr. Amiruddin K, M.E.I cacat administrasi. Maka LK-FEBI dengan tegas menyatakan menolak dan menuntut pencabutan SK pembekuan pengurus.

Penulis: Dani

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ARTIKEL TERKAIT

Dugaan Pungutan Liar Di Ilmu Ekonomi, Mahasiswa Keluhkan Harga

21 Oktober 2025

Liberalisme dan Imperialisme

17 Oktober 2025

Gerak Menuju Runtuhnya Kapitalisme

3 Oktober 2025

Cerita Lama Yang Sia-sia

2 Oktober 2025

Analisis Gender

28 September 2025

Kapitalisme Dan Lingkungan

26 September 2025
Kirim Tulisan Jadilah bagian dan terlibat untuk perubahan dengan ikut berdiskusi dan berbagi gagasan kritis, edukatif dan progresif di anotasiar...» Kirim tulisanmu
Artikel Berikutnya

Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan : Menjaga Demokrasi dan HAM di Tengah Ketimpangan

Demokrasi yang Ditelanjangi

Sumber: https://pin.it/5HB0rVeHm

KITA yang Usai

Unit Penerbitan dan Pers Mahasiswa

HMJ Ilmu Ekonomi UIN Alauddin Makassar

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
  • Kontak Kami
  • Kirim Tulisan

© Anotasiar. All rights reserved

  • Login
  • Beranda
  • News
  • Liputan Khusus
    • Reportase
    • Investigasi
  • Opini
  • Sastra
    • Feature
    • Esai
    • Cerpen
    • Puisi
  • Resensi
    • Resensi Buku
    • Resensi Film
  • Resume
  • Dokumentasi
  • Info & Agenda
    • Jadwal Acara
    • Pengumuman

© Anotasiar. All rights reserved

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist