Kalian tau apa yang lebih menakutkan dari teroris? Yaitu ketika pemerintah menaruh posisi politik dan ekonomi diatas nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah kejahatan yang tidak akan pernah tau siapa pelakunya, semoga ini bukan romantika Orde Baru. Seperti yang terjadi saat ini Indonesia diantara harapan dan realita. Harapannya kita bisa beraktifitas seperti sedia kala/normal, akan tetapi realitanya Mike Ryan pakar kedaruratan kesehatan World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa wabah pandemi ini tidak akan pernah hilang. Dalam beberapa perkembangan terakhir kita melihat adanya potensi bahwa wabah ini bisa bermutasi, dan semoga tidak ada gelombang kedua.
Dalam Ilmu Kosmologi filsafat kita bisa melihat betapa ganasnya masa lalu. Antara konspirasi dengan kosmologi saling berkesinambungan. Pada dasarnya Kosmologi sejarah menekankan pada upaya untuk mengkaji hakikat dan prinsip-prinsip gerak atau perubahan sejarah itu sendiri. Kita bisa melihat dan belajar dari pandemi Flu Spanyol. Dalam sejarahnya, Flu Spanyol yang terjadi pada tahun 1918 ini telah menginfeksi 500 juta manusia, dan gelombang kedua dan ketiga dari Flu Spanyol yang terbanyak menginfeksi manusia, yang terjadi pada tahun 1918 ini telah menginfeksi 500 juta manusia, dan gelombang terbesar korban terinfeksi Flu Spanyol adalah pada gelombang kedua dan ketiga dari penyakit ini. Pandemi pertama pun juga sama, tercatat dalam sejarah seperti Black Death yang terjadi di eropa pada abad ke 14 berlangsung selama empat tahun juga telah memakan korban sebanyak 75 juta jiwa.
Dalam prinsip Kosmologi sejarah menekankan pada upaya untuk mengkaji hakikat dan prinsip-prinsip gerak yang bersifat multidimensional. Semua berawal dari tujuan-tujuan tertentu. Pilihannya langsung antara keselamatan manusia atau ekonomi ? Tentunya negara lebih mementingkan ekonomi sebagai pondasi negara. Dengan kata lain, Herd Imunity menjadi strategi terakhir.
Seperti kita ketahui bahwa konsep ini memaksa menusia untuk beradaptasi dengan virus tanpa vaksin. Mau atau tidak manusia dihadapkan oleh pilihan mati atau bertahan. Herd Imunity bukanlah solusi, tapi kalau disebut genosida itu lebih masuk akal dengan pemerintah sebagai pelakunya.
Akhir-akhir ini ada strategi baru yang akan diterapkan, yaitu dengan menerapkan New Normal. Hal ini bertujuan untuk meringankan pembatasan sosial. Direktur Regional WHO, Dr. Hans Henri P. Kluge menyebutkan beberapa negara bisa menerapkan New Normal ketika transmisi yang terinfeksi dapat dikendalikan atau menurun, sistem kesehatan sudah terkualifikasi, mengurangi resiko terhadap orang yang memiliki resiko tinggi (seperti orang tua), dan physical distancing sebagai gaya hidup yang baru.
Kita beraharap dalam penerapan ini tidak terjadi gelombang kedua. Tapi, dalam rekam jejak kebijakan pemerintah itu sendiri masih belum begitu jelas kemana arahnya. Kementerian Kesehatan melakukan perjudian yang menarik. Kebijakan ini tidak serta merta keluar pertama kalinya ketika Presiden membunyikan New Normal. Menariknya, negara sudah kehabisan amunisi untuk mengurusi rakyatnya.
Entah bagaimana negara bisa membangun bisnis dengan cara seperti ini. Mengambil kesempatan dengan menutupi dalam slogan dilarang mudik. Ironisnya, mereka mendapatkan peluang karena banyak yang butuh berpergian. Padahal dengan adanya surat itu, belum tentu bisa menjamin. Bisa saja reaktif saat dalam perjalanan jika tidak melakukan physical distancing. Pemerintah yang mengaku dirinya paling pancasilais tidak akan pernah ada. Selama bisnis diatas kemanusiaan, Indonesia tidak akan pernah utuh dalam negara itu sendiri. Tidak akan pernah, dan Indonesia hanya sebatas nama yang dalamnya hidup gaya neo-kolonialisme dengan bumbu politik eksistensial.
Penulis : S.I.W
Editor : Tim Anotasiar.ID
*Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Semester II.