Seorang nenek, Mama Rannu 70an Tahun, Kecamatan Manggala Kota Makassar, hingga kini bertahan hidup dari hasil memulung di Kawasan pembuangan tempat sampah Jln. Tun Abdul Razak.
Berdasarkan pengamatan Tim, Minggu (08/11/2020), Mama Rannu yang kesehariannya melakukan aktivitas untuk mengumpulkan plastik air kemasan, kardus maupun berbagai macam benda lainnya yang masih bisa digunakan sebagai pekerjaan untuk bertahan hidup di pinggiran perkotaan.
Kami bertiga mengendarai dua sepeda motor menepikan kendaraan tepat di kawasan pembuangan sampah lalu menemui Mama Rannu yang sedang memilah-milah sampah, lalu kami mulai mengajaknya berbincang dengan respon yang baik Mama Rannu menyarankan untuk berbincang di tempat yang tidak terlalu dijangkau oleh bau sampah.
Meski bertahan hidup dari hasil penjualan plastik dan kardus, Mama Rannu tidak pernah mengeluh. Setiap hari jam 13.00 Wita, Mama Rannu menggayuh becaknya dari rumahnya di Jl. Inspeksi Kanal Tamangapa sebagai tempat tinggalnya menuju ke kawasan pembuangan sampah.
“Jadi ini kardusku cukup 5 ikat saya jual biasaka dapat Rp 100.000 lebih. Ya terkumpul 5 ikat tidak menentu bulannya kalau cukupmi 5 ikat saya jual, dari pengikatnaji kalau beratki. Itumi kukasi beli beras,” tutur Mama Rannu menjalaskan sumber pendapatannya.
Mama Rannu yang hanya menumpang mendirikan gubuk sebagai tempat tinggal dengan putra sematawayangnya di tempat pengepul kardus bekas, sekarang pengepul sampah itu sedang memperpanjang sewa. Mama rannu dan putranya sudah mendiami tempat tersebut selama lebih 6 tahun.
“Tanahnya orang yang na kontrak, dia yang kontrak saya minta tolong di situ bisaka bangun rumah, kalo lama-lama ki bos kontrak di situ lama-lama ki juga, tapi kalo sebentar, ndak tauki bagaimana nanti, kita cari lagilah, kalo memang tidak ada jalan lain biarmi, tanahnya orang kita pinjam pinjam dulu”. Tutur mama rannu.
Mama rannu merupakan masyarakat urban yang berasal dari Kabupaten Gowa, Kecamatan Tinggimoncong, Kelurahan Malino, yang sebelumnya Mama Rannu bekerja sebagai petani kopi ataupun jagung tetapi karena lahan yang digarap diambil alih oleh tantenya. Ketiadaan lahan yang bisa di garap oleh Mama Rannu akhirnnya pada tahun 1965 Mama Rannu merantau ke Makassar atas ajakan pamannya yang mempekerjakan sebagai pengasuh anak.
Setelah berselang sepuluh tahun berada di Makassar hadir suatu kondisi yang membuat mama rannu dan pamannya tidak lagi bisa tinggal bersama. Semenjak Mama Rannu meninggalkan kampung halamannya, mama rannu terbilang lumayan sering pulang kampung sekedar bersiarah kubur di hari raya idul fitri maupun idul adha, namun dua tahun terakhir mama rannu tidak pulang kampung siarah kubur, entah itu terkendala biaya atau fisik yang kian melemah.
Saat mama rannu menceritakan mengenai kampung halamannya dengan mata yang sayu agak berkaca kaca seolah menyampaikan secara tersirat kerinduan akan kampung halaman yang sudah dua tahun tidak dikunjunginya.
Penulis : Tim C dari Kelas Riset Lapangan HMJ Ilmu Ekonomi
Editor : Tim Anotasiar.ID