Anotasiar.ID
  • Beranda
  • News
  • Liputan Khusus
    • Reportase
    • Investigasi
  • Opini
  • Sastra
    • Feature
    • Esai
    • Cerpen
    • Puisi
  • Resensi
    • Resensi Buku
    • Resensi Film
  • Resume
  • Dokumentasi
  • Info & Agenda
    • Jadwal Acara
    • Pengumuman
No Result
View All Result
  • Login
Anotasiar.ID
  • Beranda
  • News
  • Liputan Khusus
    • Reportase
    • Investigasi
  • Opini
  • Sastra
    • Feature
    • Esai
    • Cerpen
    • Puisi
  • Resensi
    • Resensi Buku
    • Resensi Film
  • Resume
  • Dokumentasi
  • Info & Agenda
    • Jadwal Acara
    • Pengumuman
No Result
View All Result
  • Login
Anotasiar.ID
Resensi Film

Resensi Film: Yuni, Perempuan yang berhasil keluar dari belenggu patriarki

Anotasiar
29 April 2022
Sumber Instagram Kamila Andini

Sumber Instagram Kamila Andini

0
SHARES
143
VIEWS
3 min read
A A

Oleh: Dhils

Film yang dirilis pada Desember 2021 ini merupakan film karya Kamila Andini yang berjudul “Yuni”. Film yang dipenuhi polemik terkait isu perempuan ini berdurasi 120 menit. Starvision Plus yang merupakan rumah produksi film ternama di Indonesia yang menjadi akses untuk film Yuni ini didistribusikan di Indonesia. Film yang menggunakan dialog bahasa Jawa Banten dan Sunda Banten ini juga melibatkan banyak pemain lokal dari daerah Banten. Bahkan dalam film ini para artis harus menjalani pelatihan dialek bahasa daerah Banten.

Seorang perempuan cantik yang bernama Yuni sedang duduk di bangku SMA  dan sebentar lagi akan lulus. Yuni diperan oleh Arawinda Kirana. Yuni sangat terobsesi dengan warna ungu membuatnya memiliki sifat yang kurang disenangi oleh Ibu Lies yang diperangi oleh Marissa Anita, salah satu guru sekolahnya. Namun, Ibu Lies ini banyak membantu Yuni dalam segala hal mulai dari masalah Akademik sampai masalah pribadi Yuni.

Kerap kali yuni dapat panggilan oleh Ibu Lies karena beberapa kali mengambil barang-barang temannya yang berwarna ungu tanpa izin. Terlihat pula hampir disetiap adegan selalu diwarna dengan nuansa ungu. Mulai dari pakaian yang dikenakan Yuni, warna hanger-hanger di toko baju dengan warna seragam hingga taburan cahaya ungu pada adegan Yuni berada di dalam diskotik.

Di dalam film ini, Yuni mengajak kita untuk melihat bagaimana konstruksi budaya patriarki itu dikonsumsi oleh masyarakat. Yuni yang belum lulus SMA diperjalanan akhir kelulusannya dalam bangku sekolah akhir itu sudah ada dua lamaran yang datang kepadanya. Namun, Yuni tidak memberikan jawaban apapun.

Dalam beberapa adegan pun terdengar kalimat kurang lebih seperti “Buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi? Toh, ujung-ujungnya juga cuman didapur”. Dalam masyarakat patriarki itu dianggap sebagai hal yang sah-sah saja tanpa memikirkan perasaan si perempuan. Budaya dan agama juga memiliki peran penting dalam film Yuni.

Bagaimana keperawanan dianggap sebagai salah satu alat ukur untuk menakar moral seseorang. Saat Yuni menolak salah satu pria yang sudah datang ke rumahnya untuk melamar, pria itu mengangkap Yuni menolak dirinya karena materi hingga berjanji akan menambah uang yang akan ia berikan kepada Yuni. Namun, saat Yuni memberikan pengakuan bahwa dirinya sudah tidak perawan, pria itu tanpa ada pertimbangan lagi ia langsung mengiyakan penolakan yuni.

Betapa pentingnya sebuah keperawanan dalam budaya patriarki. Berdarahnya selaput darah pada vagina dianggap sebagai penanda bahwa perempuan masih perawan. Padahal ada beberapa faktor yang menyebabkan kenapa selaput darah tidak berdarah saat pertama kali berhubungan. Misalnya saja selaput darah sebelumnya sudah tergores entah itu karena terbentur atau kecelakaan. Dan dalam film Yuni ada adegan dimana Yuni dijanjikan sejumlah uang apabila ia terbukti masih perawan saat malam pertama apabila waktu itu ia menerima lamaran pria itu.

Tapi, untungnya Yuni tidak menerimanya. Seakan-akan keperawanan adalah segala-galanya karena saat perempuan dewasa sudah tidak perawan dan belum menikah itu dianggap sebagai aib. Padahal tidak ada satupun alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur perawan tidaknya perempuan.

Film ini juga menyampaikan kepada kita tentang pentingnya seks edukasi. Dalam masyarakat patriarki, banyak orang tua yang masih menganggap tabu  hal-hal yang berbau seks. Masih banyak dari mereka yang beranggapan bahwa seks itu saat vagina dan penis saling beradu. Tapi menurut saya seks itu berbicara alat kelamin dan jenis kelamin. Jadi dengan memberikan seks edukasi sejak dini, mereka dapat mengetahui ini yang boleh dan ini yang tidak boleh serta dampak-dampak yang akan ditimbulkan setelah itu.

Misalnya saja pada adegan yang memperlihatkan Yuni sedang berbaring dirumput bersama teman-temannya kemudian ada dialog “Memangnya perempuan bisa masturbasi ?”. Kemudian percakapan berlanjut bagaimana rasanya saat vagina penis bertemu. Dan berlanjut hingga bagaimana asam manis pernikahan yang membuat Yuni berfikir panjang untuk menerima lamaran-lamaran itu disamping ia memang tidak menyukai pria-pria tersebut.

Karena tidak adanya seks edukasi yang Yuni dapatkan entah itu dibangku sekolah maupun dilingkungan masyarakatnya, maka timbul rasa penasaran Yuni yang membuatnya mencoba dan mencari tahu. Adegan saat Yuni sedang berbaring dikamarnya dan mengingat percakapan dengan teman-temannya tentang masturbasi, Tanpa pertimbangan apapun, Yuni dengan sigap mengambil hp dan mencari tahu tentang masturbasi dan langsung mencoba memainkan vaginanya. Hingga akhirnya berlanjut Yuni mencoba untuk berhubungan badan dengan Yoga.

Yoga yang diperankan oleh Kevin Ardilova seorang lelaki teman sekolah Yuni yang begitu pendiam dan memendam rasa suka yang mendalam kepada Yuni. Hingga akhirnya, Yuni menggunakan momen itu untuk menjadikan Yoga sebagai kawan bersetubuhnya. Yuni perempuan yang mampu keluar dari segala bentuk tanda tanya yang hadir dalam dirinya.

Namun, dengan segala bentuk problem yang hadir, Yuni dapat menghadapinya dan mampu mengambil keputusan dengan kebebasannya sendiri. Film Yuni memperlihatkan kepada penonton bahwa perempuan juga bisa mengambil keputusan secara mandiri. Dengan kebebasannya ia bisa keluar dari belenggu patriarki dan bayang-bayang lamaran yang selama ini menghatuinya.

Yuni juga memperlihatkan kepada kita bagaimana budaya dirancang sedemikian rupa kemudian dikonsumsi oleh masyarakat secara mapan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa bentuk ketidakadilan gender juga merupakan salah satu produk dari budaya patriarki. Salah satu bentuk ketidakadilan gender yang dihadirkan dalam film ini yaitu saat Yuni membuntuti Pak Damar yang diperankan oleh Dimas Aditya merupakan salah satu guru sekolah yuni.

Pak Damar yang memiliki peran lebih feminin dari laki-laki pada umumnya terlihat dibeberapa adegan berjalan menuju pasar, namun bukan untuk berbelanja, melainkan untuk mencoba beberapa hijab disebuh toko pakaian perempuan. Namun ketertarikan pak damar menggunakan hijab harus iya lakukan dengan sembunyi-sembunyi. Hiks.

Problematika seputar keperawanan, gender dan pernikahan dini terbalut hangat dalam film yuni. Semoga akan ada Yuni-Yuni diluaran sana yang sama beraninya dengan sosok Yuni dalam film ini.

3 min read
A A

Oleh: Dhils

Film yang dirilis pada Desember 2021 ini merupakan film karya Kamila Andini yang berjudul “Yuni”. Film yang dipenuhi polemik terkait isu perempuan ini berdurasi 120 menit. Starvision Plus yang merupakan rumah produksi film ternama di Indonesia yang menjadi akses untuk film Yuni ini didistribusikan di Indonesia. Film yang menggunakan dialog bahasa Jawa Banten dan Sunda Banten ini juga melibatkan banyak pemain lokal dari daerah Banten. Bahkan dalam film ini para artis harus menjalani pelatihan dialek bahasa daerah Banten.

Seorang perempuan cantik yang bernama Yuni sedang duduk di bangku SMA  dan sebentar lagi akan lulus. Yuni diperan oleh Arawinda Kirana. Yuni sangat terobsesi dengan warna ungu membuatnya memiliki sifat yang kurang disenangi oleh Ibu Lies yang diperangi oleh Marissa Anita, salah satu guru sekolahnya. Namun, Ibu Lies ini banyak membantu Yuni dalam segala hal mulai dari masalah Akademik sampai masalah pribadi Yuni.

Kerap kali yuni dapat panggilan oleh Ibu Lies karena beberapa kali mengambil barang-barang temannya yang berwarna ungu tanpa izin. Terlihat pula hampir disetiap adegan selalu diwarna dengan nuansa ungu. Mulai dari pakaian yang dikenakan Yuni, warna hanger-hanger di toko baju dengan warna seragam hingga taburan cahaya ungu pada adegan Yuni berada di dalam diskotik.

Di dalam film ini, Yuni mengajak kita untuk melihat bagaimana konstruksi budaya patriarki itu dikonsumsi oleh masyarakat. Yuni yang belum lulus SMA diperjalanan akhir kelulusannya dalam bangku sekolah akhir itu sudah ada dua lamaran yang datang kepadanya. Namun, Yuni tidak memberikan jawaban apapun.

Dalam beberapa adegan pun terdengar kalimat kurang lebih seperti “Buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi? Toh, ujung-ujungnya juga cuman didapur”. Dalam masyarakat patriarki itu dianggap sebagai hal yang sah-sah saja tanpa memikirkan perasaan si perempuan. Budaya dan agama juga memiliki peran penting dalam film Yuni.

Bagaimana keperawanan dianggap sebagai salah satu alat ukur untuk menakar moral seseorang. Saat Yuni menolak salah satu pria yang sudah datang ke rumahnya untuk melamar, pria itu mengangkap Yuni menolak dirinya karena materi hingga berjanji akan menambah uang yang akan ia berikan kepada Yuni. Namun, saat Yuni memberikan pengakuan bahwa dirinya sudah tidak perawan, pria itu tanpa ada pertimbangan lagi ia langsung mengiyakan penolakan yuni.

Betapa pentingnya sebuah keperawanan dalam budaya patriarki. Berdarahnya selaput darah pada vagina dianggap sebagai penanda bahwa perempuan masih perawan. Padahal ada beberapa faktor yang menyebabkan kenapa selaput darah tidak berdarah saat pertama kali berhubungan. Misalnya saja selaput darah sebelumnya sudah tergores entah itu karena terbentur atau kecelakaan. Dan dalam film Yuni ada adegan dimana Yuni dijanjikan sejumlah uang apabila ia terbukti masih perawan saat malam pertama apabila waktu itu ia menerima lamaran pria itu.

Tapi, untungnya Yuni tidak menerimanya. Seakan-akan keperawanan adalah segala-galanya karena saat perempuan dewasa sudah tidak perawan dan belum menikah itu dianggap sebagai aib. Padahal tidak ada satupun alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur perawan tidaknya perempuan.

Film ini juga menyampaikan kepada kita tentang pentingnya seks edukasi. Dalam masyarakat patriarki, banyak orang tua yang masih menganggap tabu  hal-hal yang berbau seks. Masih banyak dari mereka yang beranggapan bahwa seks itu saat vagina dan penis saling beradu. Tapi menurut saya seks itu berbicara alat kelamin dan jenis kelamin. Jadi dengan memberikan seks edukasi sejak dini, mereka dapat mengetahui ini yang boleh dan ini yang tidak boleh serta dampak-dampak yang akan ditimbulkan setelah itu.

Misalnya saja pada adegan yang memperlihatkan Yuni sedang berbaring dirumput bersama teman-temannya kemudian ada dialog “Memangnya perempuan bisa masturbasi ?”. Kemudian percakapan berlanjut bagaimana rasanya saat vagina penis bertemu. Dan berlanjut hingga bagaimana asam manis pernikahan yang membuat Yuni berfikir panjang untuk menerima lamaran-lamaran itu disamping ia memang tidak menyukai pria-pria tersebut.

Karena tidak adanya seks edukasi yang Yuni dapatkan entah itu dibangku sekolah maupun dilingkungan masyarakatnya, maka timbul rasa penasaran Yuni yang membuatnya mencoba dan mencari tahu. Adegan saat Yuni sedang berbaring dikamarnya dan mengingat percakapan dengan teman-temannya tentang masturbasi, Tanpa pertimbangan apapun, Yuni dengan sigap mengambil hp dan mencari tahu tentang masturbasi dan langsung mencoba memainkan vaginanya. Hingga akhirnya berlanjut Yuni mencoba untuk berhubungan badan dengan Yoga.

Yoga yang diperankan oleh Kevin Ardilova seorang lelaki teman sekolah Yuni yang begitu pendiam dan memendam rasa suka yang mendalam kepada Yuni. Hingga akhirnya, Yuni menggunakan momen itu untuk menjadikan Yoga sebagai kawan bersetubuhnya. Yuni perempuan yang mampu keluar dari segala bentuk tanda tanya yang hadir dalam dirinya.

Namun, dengan segala bentuk problem yang hadir, Yuni dapat menghadapinya dan mampu mengambil keputusan dengan kebebasannya sendiri. Film Yuni memperlihatkan kepada penonton bahwa perempuan juga bisa mengambil keputusan secara mandiri. Dengan kebebasannya ia bisa keluar dari belenggu patriarki dan bayang-bayang lamaran yang selama ini menghatuinya.

Yuni juga memperlihatkan kepada kita bagaimana budaya dirancang sedemikian rupa kemudian dikonsumsi oleh masyarakat secara mapan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa bentuk ketidakadilan gender juga merupakan salah satu produk dari budaya patriarki. Salah satu bentuk ketidakadilan gender yang dihadirkan dalam film ini yaitu saat Yuni membuntuti Pak Damar yang diperankan oleh Dimas Aditya merupakan salah satu guru sekolah yuni.

Pak Damar yang memiliki peran lebih feminin dari laki-laki pada umumnya terlihat dibeberapa adegan berjalan menuju pasar, namun bukan untuk berbelanja, melainkan untuk mencoba beberapa hijab disebuh toko pakaian perempuan. Namun ketertarikan pak damar menggunakan hijab harus iya lakukan dengan sembunyi-sembunyi. Hiks.

Problematika seputar keperawanan, gender dan pernikahan dini terbalut hangat dalam film yuni. Semoga akan ada Yuni-Yuni diluaran sana yang sama beraninya dengan sosok Yuni dalam film ini.

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ARTIKEL TERKAIT

Dugaan Pungutan Liar Di Ilmu Ekonomi, Mahasiswa Keluhkan Harga

21 Oktober 2025

Liberalisme dan Imperialisme

17 Oktober 2025

Gerak Menuju Runtuhnya Kapitalisme

3 Oktober 2025

Cerita Lama Yang Sia-sia

2 Oktober 2025

Analisis Gender

28 September 2025

Kapitalisme Dan Lingkungan

26 September 2025
Kirim Tulisan Jadilah bagian dan terlibat untuk perubahan dengan ikut berdiskusi dan berbagi gagasan kritis, edukatif dan progresif di anotasiar...» Kirim tulisanmu
Artikel Berikutnya

ORMAWA FEBI Menyelenggarakan Panggung Bebas Ekspresi

Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi (HMJ-IE) mengadakan Sidang Pleno Tengah Periode 2022 yang mengusung tema “Evaluasi Kinerja Kepengurusan Demi Himpunan yang Lebih Progresif dan Berintegritas”

Materialisme Dialektika Historis

Unit Penerbitan dan Pers Mahasiswa

HMJ Ilmu Ekonomi UIN Alauddin Makassar

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
  • Kontak Kami
  • Kirim Tulisan

© Anotasiar. All rights reserved

  • Login
  • Beranda
  • News
  • Liputan Khusus
    • Reportase
    • Investigasi
  • Opini
  • Sastra
    • Feature
    • Esai
    • Cerpen
    • Puisi
  • Resensi
    • Resensi Buku
    • Resensi Film
  • Resume
  • Dokumentasi
  • Info & Agenda
    • Jadwal Acara
    • Pengumuman

© Anotasiar. All rights reserved

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist