\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

\u201cBiasa satu hari bisa 200.000 ribu,\u201d katanya.<\/p>\n\n\n\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

Mungkin sebagian orang tak akan sanggup bekerja seperti Ali, namun anak kecil itu tidak pantang menyerah. Ia telah melakukan pekerjaan tersebut kurang lebih satu tahun lamanya. Dalam sehari Ali bisa mendapatkan sebesar 200.000 ribu sebagai tukang parkir.<\/p>\n\n\n\n

\u201cBiasa satu hari bisa 200.000 ribu,\u201d katanya.<\/p>\n\n\n\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

Ali merupakan anak yang duduk dibangku kelas 4 SD. Ia bekerja setiap hari, dimulai dari sepulang ia sekolah hingga waktu malam tiba. Sedangkan jika hari libur Ali akan berangkat pukul 10:00 pagi. Biasanya ia akan diantar oleh ayahnya dari rumahnya yang berada di Patung Massa menuju lokasi restaurant tempat ia bekerja lalu ayahnya akan menjemputnya kembali saat waktu malam tiba.<\/p>\n\n\n\n

Mungkin sebagian orang tak akan sanggup bekerja seperti Ali, namun anak kecil itu tidak pantang menyerah. Ia telah melakukan pekerjaan tersebut kurang lebih satu tahun lamanya. Dalam sehari Ali bisa mendapatkan sebesar 200.000 ribu sebagai tukang parkir.<\/p>\n\n\n\n

\u201cBiasa satu hari bisa 200.000 ribu,\u201d katanya.<\/p>\n\n\n\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

\u201cNda capek ji, santai ji ini pekerjaan,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Ali merupakan anak yang duduk dibangku kelas 4 SD. Ia bekerja setiap hari, dimulai dari sepulang ia sekolah hingga waktu malam tiba. Sedangkan jika hari libur Ali akan berangkat pukul 10:00 pagi. Biasanya ia akan diantar oleh ayahnya dari rumahnya yang berada di Patung Massa menuju lokasi restaurant tempat ia bekerja lalu ayahnya akan menjemputnya kembali saat waktu malam tiba.<\/p>\n\n\n\n

Mungkin sebagian orang tak akan sanggup bekerja seperti Ali, namun anak kecil itu tidak pantang menyerah. Ia telah melakukan pekerjaan tersebut kurang lebih satu tahun lamanya. Dalam sehari Ali bisa mendapatkan sebesar 200.000 ribu sebagai tukang parkir.<\/p>\n\n\n\n

\u201cBiasa satu hari bisa 200.000 ribu,\u201d katanya.<\/p>\n\n\n\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

Seperti itulah aktivitas sehari-hari Ali. Anak berumur 11 tahun itu telah terjun kedalam pekerjaan sebagai tukang parkir di salah satu restaurant yang ada di Hertasning, Makassar. Walaupun masih kecil, Ali mengatakan bahwa pekerjaan yang ia jalankan merupakan hal yang santai dan tidak memberatkan.<\/p>\n\n\n\n

\u201cNda capek ji, santai ji ini pekerjaan,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Ali merupakan anak yang duduk dibangku kelas 4 SD. Ia bekerja setiap hari, dimulai dari sepulang ia sekolah hingga waktu malam tiba. Sedangkan jika hari libur Ali akan berangkat pukul 10:00 pagi. Biasanya ia akan diantar oleh ayahnya dari rumahnya yang berada di Patung Massa menuju lokasi restaurant tempat ia bekerja lalu ayahnya akan menjemputnya kembali saat waktu malam tiba.<\/p>\n\n\n\n

Mungkin sebagian orang tak akan sanggup bekerja seperti Ali, namun anak kecil itu tidak pantang menyerah. Ia telah melakukan pekerjaan tersebut kurang lebih satu tahun lamanya. Dalam sehari Ali bisa mendapatkan sebesar 200.000 ribu sebagai tukang parkir.<\/p>\n\n\n\n

\u201cBiasa satu hari bisa 200.000 ribu,\u201d katanya.<\/p>\n\n\n\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

Kala itu di Makassar waktu telah menunjukkan pukul 12:30 siang, hawa panas mulai terasa hingga membuat tetes demi tetes keringat membahasai setiap lekuk tubuh. Begitulah yang dirasakan oleh Ali saat sedang berdiri memberi arahan pada sebuah mobil yang akan keluar dari parkiran. Saat mobil itu akan keluar dari pekarangan parkiran pengendaranya mengeluarkan selembar uang seribu dan dua ribu lalu memberikannya kepada Ali yang berdiri tak jauh dari pintu mobil. Ali menerimanya dengan senyuman lalu memasukkan uang tersebut ke dalam tas yang sedang ia gunakan.<\/p>\n\n\n\n

Seperti itulah aktivitas sehari-hari Ali. Anak berumur 11 tahun itu telah terjun kedalam pekerjaan sebagai tukang parkir di salah satu restaurant yang ada di Hertasning, Makassar. Walaupun masih kecil, Ali mengatakan bahwa pekerjaan yang ia jalankan merupakan hal yang santai dan tidak memberatkan.<\/p>\n\n\n\n

\u201cNda capek ji, santai ji ini pekerjaan,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Ali merupakan anak yang duduk dibangku kelas 4 SD. Ia bekerja setiap hari, dimulai dari sepulang ia sekolah hingga waktu malam tiba. Sedangkan jika hari libur Ali akan berangkat pukul 10:00 pagi. Biasanya ia akan diantar oleh ayahnya dari rumahnya yang berada di Patung Massa menuju lokasi restaurant tempat ia bekerja lalu ayahnya akan menjemputnya kembali saat waktu malam tiba.<\/p>\n\n\n\n

Mungkin sebagian orang tak akan sanggup bekerja seperti Ali, namun anak kecil itu tidak pantang menyerah. Ia telah melakukan pekerjaan tersebut kurang lebih satu tahun lamanya. Dalam sehari Ali bisa mendapatkan sebesar 200.000 ribu sebagai tukang parkir.<\/p>\n\n\n\n

\u201cBiasa satu hari bisa 200.000 ribu,\u201d katanya.<\/p>\n\n\n\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

Setelah makan, pengendara itu keluar lalu mulai berjalan menuju kendaraannya. Namun anak kecil tadi kembali mengatakan ada jalan pintas menuju tempat parkir kendaraanya dan ia berlari melalui arah berbeda untuk menuju ke parkiran tersebut. Pengendara tadi tertawa kecil karena jalan yang dimaksud anak itu merupakan jalan yang jaraknya sama saja, hanya rute dari jalannya berbeda.<\/p>\n\n\n\n

Kala itu di Makassar waktu telah menunjukkan pukul 12:30 siang, hawa panas mulai terasa hingga membuat tetes demi tetes keringat membahasai setiap lekuk tubuh. Begitulah yang dirasakan oleh Ali saat sedang berdiri memberi arahan pada sebuah mobil yang akan keluar dari parkiran. Saat mobil itu akan keluar dari pekarangan parkiran pengendaranya mengeluarkan selembar uang seribu dan dua ribu lalu memberikannya kepada Ali yang berdiri tak jauh dari pintu mobil. Ali menerimanya dengan senyuman lalu memasukkan uang tersebut ke dalam tas yang sedang ia gunakan.<\/p>\n\n\n\n

Seperti itulah aktivitas sehari-hari Ali. Anak berumur 11 tahun itu telah terjun kedalam pekerjaan sebagai tukang parkir di salah satu restaurant yang ada di Hertasning, Makassar. Walaupun masih kecil, Ali mengatakan bahwa pekerjaan yang ia jalankan merupakan hal yang santai dan tidak memberatkan.<\/p>\n\n\n\n

\u201cNda capek ji, santai ji ini pekerjaan,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Ali merupakan anak yang duduk dibangku kelas 4 SD. Ia bekerja setiap hari, dimulai dari sepulang ia sekolah hingga waktu malam tiba. Sedangkan jika hari libur Ali akan berangkat pukul 10:00 pagi. Biasanya ia akan diantar oleh ayahnya dari rumahnya yang berada di Patung Massa menuju lokasi restaurant tempat ia bekerja lalu ayahnya akan menjemputnya kembali saat waktu malam tiba.<\/p>\n\n\n\n

Mungkin sebagian orang tak akan sanggup bekerja seperti Ali, namun anak kecil itu tidak pantang menyerah. Ia telah melakukan pekerjaan tersebut kurang lebih satu tahun lamanya. Dalam sehari Ali bisa mendapatkan sebesar 200.000 ribu sebagai tukang parkir.<\/p>\n\n\n\n

\u201cBiasa satu hari bisa 200.000 ribu,\u201d katanya.<\/p>\n\n\n\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

Pengendara itu hanya tersenyum lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam rumah makan. Saat sedang duduk menunggu pesanan, ia memperhatikan anak kecil tadi yang sedang duduk diluar seperti menunggu sesuatu. Lalu tak lama anak itu berdiri saat melihat sebuah kendaraan datang lalu membantu mengarahkan kendaraan itu untuk diparkir. Air keringat diwajahnya dapat terlihat jelas namun senyumannya juga tak pernah luntur ia berikan kepada setiap orang yang ia temui.<\/p>\n\n\n\n

Setelah makan, pengendara itu keluar lalu mulai berjalan menuju kendaraannya. Namun anak kecil tadi kembali mengatakan ada jalan pintas menuju tempat parkir kendaraanya dan ia berlari melalui arah berbeda untuk menuju ke parkiran tersebut. Pengendara tadi tertawa kecil karena jalan yang dimaksud anak itu merupakan jalan yang jaraknya sama saja, hanya rute dari jalannya berbeda.<\/p>\n\n\n\n

Kala itu di Makassar waktu telah menunjukkan pukul 12:30 siang, hawa panas mulai terasa hingga membuat tetes demi tetes keringat membahasai setiap lekuk tubuh. Begitulah yang dirasakan oleh Ali saat sedang berdiri memberi arahan pada sebuah mobil yang akan keluar dari parkiran. Saat mobil itu akan keluar dari pekarangan parkiran pengendaranya mengeluarkan selembar uang seribu dan dua ribu lalu memberikannya kepada Ali yang berdiri tak jauh dari pintu mobil. Ali menerimanya dengan senyuman lalu memasukkan uang tersebut ke dalam tas yang sedang ia gunakan.<\/p>\n\n\n\n

Seperti itulah aktivitas sehari-hari Ali. Anak berumur 11 tahun itu telah terjun kedalam pekerjaan sebagai tukang parkir di salah satu restaurant yang ada di Hertasning, Makassar. Walaupun masih kecil, Ali mengatakan bahwa pekerjaan yang ia jalankan merupakan hal yang santai dan tidak memberatkan.<\/p>\n\n\n\n

\u201cNda capek ji, santai ji ini pekerjaan,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Ali merupakan anak yang duduk dibangku kelas 4 SD. Ia bekerja setiap hari, dimulai dari sepulang ia sekolah hingga waktu malam tiba. Sedangkan jika hari libur Ali akan berangkat pukul 10:00 pagi. Biasanya ia akan diantar oleh ayahnya dari rumahnya yang berada di Patung Massa menuju lokasi restaurant tempat ia bekerja lalu ayahnya akan menjemputnya kembali saat waktu malam tiba.<\/p>\n\n\n\n

Mungkin sebagian orang tak akan sanggup bekerja seperti Ali, namun anak kecil itu tidak pantang menyerah. Ia telah melakukan pekerjaan tersebut kurang lebih satu tahun lamanya. Dalam sehari Ali bisa mendapatkan sebesar 200.000 ribu sebagai tukang parkir.<\/p>\n\n\n\n

\u201cBiasa satu hari bisa 200.000 ribu,\u201d katanya.<\/p>\n\n\n\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

\u201cKakak, bisa masuk lewat pintu samping sana tanpa harus memutar kesini,\u201d jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pengendara itu hanya tersenyum lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam rumah makan. Saat sedang duduk menunggu pesanan, ia memperhatikan anak kecil tadi yang sedang duduk diluar seperti menunggu sesuatu. Lalu tak lama anak itu berdiri saat melihat sebuah kendaraan datang lalu membantu mengarahkan kendaraan itu untuk diparkir. Air keringat diwajahnya dapat terlihat jelas namun senyumannya juga tak pernah luntur ia berikan kepada setiap orang yang ia temui.<\/p>\n\n\n\n

Setelah makan, pengendara itu keluar lalu mulai berjalan menuju kendaraannya. Namun anak kecil tadi kembali mengatakan ada jalan pintas menuju tempat parkir kendaraanya dan ia berlari melalui arah berbeda untuk menuju ke parkiran tersebut. Pengendara tadi tertawa kecil karena jalan yang dimaksud anak itu merupakan jalan yang jaraknya sama saja, hanya rute dari jalannya berbeda.<\/p>\n\n\n\n

Kala itu di Makassar waktu telah menunjukkan pukul 12:30 siang, hawa panas mulai terasa hingga membuat tetes demi tetes keringat membahasai setiap lekuk tubuh. Begitulah yang dirasakan oleh Ali saat sedang berdiri memberi arahan pada sebuah mobil yang akan keluar dari parkiran. Saat mobil itu akan keluar dari pekarangan parkiran pengendaranya mengeluarkan selembar uang seribu dan dua ribu lalu memberikannya kepada Ali yang berdiri tak jauh dari pintu mobil. Ali menerimanya dengan senyuman lalu memasukkan uang tersebut ke dalam tas yang sedang ia gunakan.<\/p>\n\n\n\n

Seperti itulah aktivitas sehari-hari Ali. Anak berumur 11 tahun itu telah terjun kedalam pekerjaan sebagai tukang parkir di salah satu restaurant yang ada di Hertasning, Makassar. Walaupun masih kecil, Ali mengatakan bahwa pekerjaan yang ia jalankan merupakan hal yang santai dan tidak memberatkan.<\/p>\n\n\n\n

\u201cNda capek ji, santai ji ini pekerjaan,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Ali merupakan anak yang duduk dibangku kelas 4 SD. Ia bekerja setiap hari, dimulai dari sepulang ia sekolah hingga waktu malam tiba. Sedangkan jika hari libur Ali akan berangkat pukul 10:00 pagi. Biasanya ia akan diantar oleh ayahnya dari rumahnya yang berada di Patung Massa menuju lokasi restaurant tempat ia bekerja lalu ayahnya akan menjemputnya kembali saat waktu malam tiba.<\/p>\n\n\n\n

Mungkin sebagian orang tak akan sanggup bekerja seperti Ali, namun anak kecil itu tidak pantang menyerah. Ia telah melakukan pekerjaan tersebut kurang lebih satu tahun lamanya. Dalam sehari Ali bisa mendapatkan sebesar 200.000 ribu sebagai tukang parkir.<\/p>\n\n\n\n

\u201cBiasa satu hari bisa 200.000 ribu,\u201d katanya.<\/p>\n\n\n\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

\n

Salah satu pengendara motor memilih untuk singgah di rumah makan untuk beristirahat dari udara luar. Saat ia telah memarkirkan motornya lalu berjalan menuju pintu masuk ia bertemu dengan seorang anak kecil yang memakai topi putih dengan tas samping berwarna hitam. Anak kecil itu tersenyum, lalu memberitahu bahwa ada pintu lain untuk masuk tanpa harus melalui pintu utama.<\/p>\n\n\n\n

\u201cKakak, bisa masuk lewat pintu samping sana tanpa harus memutar kesini,\u201d jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pengendara itu hanya tersenyum lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam rumah makan. Saat sedang duduk menunggu pesanan, ia memperhatikan anak kecil tadi yang sedang duduk diluar seperti menunggu sesuatu. Lalu tak lama anak itu berdiri saat melihat sebuah kendaraan datang lalu membantu mengarahkan kendaraan itu untuk diparkir. Air keringat diwajahnya dapat terlihat jelas namun senyumannya juga tak pernah luntur ia berikan kepada setiap orang yang ia temui.<\/p>\n\n\n\n

Setelah makan, pengendara itu keluar lalu mulai berjalan menuju kendaraannya. Namun anak kecil tadi kembali mengatakan ada jalan pintas menuju tempat parkir kendaraanya dan ia berlari melalui arah berbeda untuk menuju ke parkiran tersebut. Pengendara tadi tertawa kecil karena jalan yang dimaksud anak itu merupakan jalan yang jaraknya sama saja, hanya rute dari jalannya berbeda.<\/p>\n\n\n\n

Kala itu di Makassar waktu telah menunjukkan pukul 12:30 siang, hawa panas mulai terasa hingga membuat tetes demi tetes keringat membahasai setiap lekuk tubuh. Begitulah yang dirasakan oleh Ali saat sedang berdiri memberi arahan pada sebuah mobil yang akan keluar dari parkiran. Saat mobil itu akan keluar dari pekarangan parkiran pengendaranya mengeluarkan selembar uang seribu dan dua ribu lalu memberikannya kepada Ali yang berdiri tak jauh dari pintu mobil. Ali menerimanya dengan senyuman lalu memasukkan uang tersebut ke dalam tas yang sedang ia gunakan.<\/p>\n\n\n\n

Seperti itulah aktivitas sehari-hari Ali. Anak berumur 11 tahun itu telah terjun kedalam pekerjaan sebagai tukang parkir di salah satu restaurant yang ada di Hertasning, Makassar. Walaupun masih kecil, Ali mengatakan bahwa pekerjaan yang ia jalankan merupakan hal yang santai dan tidak memberatkan.<\/p>\n\n\n\n

\u201cNda capek ji, santai ji ini pekerjaan,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Ali merupakan anak yang duduk dibangku kelas 4 SD. Ia bekerja setiap hari, dimulai dari sepulang ia sekolah hingga waktu malam tiba. Sedangkan jika hari libur Ali akan berangkat pukul 10:00 pagi. Biasanya ia akan diantar oleh ayahnya dari rumahnya yang berada di Patung Massa menuju lokasi restaurant tempat ia bekerja lalu ayahnya akan menjemputnya kembali saat waktu malam tiba.<\/p>\n\n\n\n

Mungkin sebagian orang tak akan sanggup bekerja seperti Ali, namun anak kecil itu tidak pantang menyerah. Ia telah melakukan pekerjaan tersebut kurang lebih satu tahun lamanya. Dalam sehari Ali bisa mendapatkan sebesar 200.000 ribu sebagai tukang parkir.<\/p>\n\n\n\n

\u201cBiasa satu hari bisa 200.000 ribu,\u201d katanya.<\/p>\n\n\n\n

Ali mengatakan ia bekerja karena ingin meringankan beban yang diderita oleh kedua orang tuanya, anak kecil itu juga ingin menghidupi dirinya sendiri dari hasil jerih payahnya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, Ali mengatakan ingin menjadi seorang kontraktor bangunan, alasannya sederhana saja karena menurutnya kontraktor merupakan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang tinggi.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya ingin jadi kontraktor, supaya punya banyak uang,\u201d ungkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Hulwana Ahsyani<\/p>\n\n\n\n

Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n\n\n\n

<\/p>\n","post_title":"Hiruk Pikuk Kehidupan dan Secerah Harapan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"hiruk-pikuk-kehidupan-dan-secerah-harapan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-06 09:13:09","post_modified_gmt":"2025-08-06 09:13:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9827","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5878,"post_author":"2","post_date":"2021-11-09 03:14:13","post_date_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content":"Oleh: Jumardi<\/strong>\r\n\r\nKamis, 10 Juni 2021, dengan mengendarai motor saya menuju Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM). Setelah memarkir motor, saya berjalan ke arah kerumunan yang berada persis dibelakang gedung itu.\r\n\r\nDari kejauhan mereka tampak menikmati kopi sambil bermain game, juga bercengkarama satu sama lain. Dibelakang mobil bus yang berjejeran, saya menyapa salah satu dari mereka.\r\n\r\n\u201c Assalamualaikum Pak\u201d, saya mencoba menyapanya.\r\n\r\n\u201c Walaikumussalam. Duduk disini, nak\u201d, jawabnya ramah.\r\n\r\nIa adalah Zainuddin, supir bus kampus berusia 54 tahun. Sejak 1993, ia resmi menjadi sopir kampus, saat itu UIN Alauddin Makassar masih berstatus Institud Agama Islam Negeri.\r\n\r\nSaya duduk di sampingnya, sembari menjelaskan tujuan mendatanginya.\r\n\r\nBapak dari Satu Anak ini merespon kami dengan begitu terbuka. Ia kemudian menceritakan perjalanan hidupnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Di tahun yang sama setelah lulus SMA, Ia memutuskan merantau ke Mangkoetana, Desa Sumber Agung bersama kawannya.\r\n\r\nDisana Ia bekerja sebagai pendamping sopir (karnek mobil) truk proyek pengaspalan. Keahliannya mengotak aktik mesin mobil tidaklah membuatnya puas. Sesekali diwaktu luangnya, ia sempatkan belajar mengedarai mobil truk. Dari sinilah keahlian barunya muncul.\r\n\r\nSelang beberapa tahun bekerja di proyek pengaspalan jalan, Zainuddin memutuskan menikahi perempuan asal Mangkutana.Pernikahannya digelar sederhana dan didamping seorang kawan yang menjelma seorang bapak kala itu.\r\n\r\nSetelah menikah, Zainuddin mulai merasa malu dengan profesi yang ia geluti. Istrinya pun sering kali berbisik, mengatakan rasa malu jika orang-orang mengatakan atau menyinggung profesi suaminya sebagai karnek.\r\n\r\n\u201c Terpaksa saya tanya bos kontraktorku, bilang bos bisa ka<\/em> bawa mobil juga, karena malu istriku kalau di bilang karnek mobil ja<\/em>\u201d pintanya.\r\n\r\nKeinginannya dipenuhi, ia melanjukan hidup dengan profesi supir truk kurang lebih 20 tahun di tanah rantauan. Dengan gaji Rp.350.000 diluar dari gaji pokok, uang makan dan\u00a0 lembur, baginya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya waktu itu.\r\n\r\nZainuddin melakukan aktivitas sehari \u2013harinya seperti biasa. Tiba-tiba ia mendapatkan surat dari tanah kelahirannya. Surat itu berisi panggilan pekerjaan, ditulis oleh Sepupu yang bekerja sebagai supir di kampus, yang diperintahkan mencari satu orang sopir dengan waktu seminggu.\r\n\r\nTak berfikir lama ia bergegas pulang ke kampung halaman, meninggalkan tanah rantau yang menghidupinya selama itu. Sehari setelah ia tiba di tanah karaeng, Zainuddin pun langsung ke kampus ditemani sepupunya.\r\n\r\nPagi itu jadi hari yang tak terlupakan untuknya. Ia langsung di tes mengendarai mobil, berkeliling di sekitaran kampus, lalu setelah itu pimpinan pun langsung memerintahkan untuk mengantarnya keluar daerah.\r\n\r\nDi saat pimpinan telah memasuki mobil, iya mendengar celetupan.\r\n\r\n\u201c Saya tes ko<\/em> dulu ini keluar daerah nah<\/em>,\u201d ucap salah satu pimpinan.\r\n\r\n\u201c Iye, Ustaz,\u201dJawabnya.\r\n\r\nSuasana bus diisi pembicara akrap layaknya kawan lama yang baru bertemu.\r\n\r\n\u201c Kemana ini Ustaz?\u201d tanyanya.\r\n\r\n\u201c Kita ke daerah bagian kebawa mi<\/em> di Mangkoso, kau tahu ji<\/em> itu dibilang Mangkoso?\u201d jawab pimpinan kampus.\r\n\r\n\" Tidak tahu iya, Ustaz. Tapi nanti kita bertanya kalau sudah masuk mi<\/em> di Barru karena nanti bilang ka<\/em> kutau ji na<\/em> lewat ki<\/em>,\u201d Zainuddin menjawabnya dengan sedikit candaan.\r\n\r\nSelama perjalanan pimpinan bersantai sambil memantau bagaimana Zainuddin ini mengendarai mobil. Memasuki area Kabupaten Pangkep dengan kecepatan 70-80-an, pimpinan pun tertidur dalam perjalanan.\r\n\r\nMelihat kondisi jalan tanpa tikungan tajam, ia menambah kecepatan\u00a0 sampai 100-an km\/jam. Tak berselang lama pimpinan pun langsung terbangun dan berteriak.\r\n\r\n\u201cAllahu Akbar\u201d, teriak pimpinan kampus dalam keadaan panik.\r\n\r\nBergegas, ia mengurangi laju mobil dan kembali dikecepatan 70-an km\/jam dan melanjutkan perjalan dengan kecepatan tak lebih dari 80 km\/jam.\r\n\r\n\u201c Saya tes ki<\/em> juga dulu ini Ustaz, sampai dimana kecepatan mobil yang bikin ki<\/em> nyaman,\u201d ucapnya.\r\n\r\nSelepas dari perjalan keluar daerah itu, pimpinan pun langsung masuk melapor ke ruangan kepala Biro.\r\n\r\nKeesokan harinya ia mendapati kabar, dirinya diterima menjadi sopir yang bertugas mengantar Pimpinan\/Wakil Kordinator (Wakor) di Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais), sampai Wakor di Kopertais itu pensiun. Setelah Wakor di Kopertais itu pensiun \u00a0Zainuddin pun di ambil alih Sekretarisanya.\r\n\r\nStatusnya sebagai sopir honorer dengan gaji\u00a0 Rp.15.000\/bulannya, berbanding jauh pada saat dia bekerja di proyek tambang.\r\n\r\n\u201c Saya terima ji<\/em> karena begitumi memang. Yahh, kita menjalani dan merasakan yang namanya kesengsaraan dulu, nanti baru kita menikmati\u00a0 manisnya,\u201d ungkap sambil tersenyum.\r\n\r\nSelama 13 tahun menjalankan profesi supir pimpinan kampus, akhirnya di tahun 2006 ia tetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan gaji sebanyak Rp. 2.500.000 setara gaji PNS golongan dua.\r\n\r\nTak sampai disitu, tiga tahun setelahnya, posisinya sebagai sopir Sekretaris Koordinator Kopertais berganti menjadi sopir bus Kampus. Penugasan dan jam kerja tidak menentu membuatnya harus siap setiap saat. Walaupun begitu sesekali ia kembali ditugaskan mengantar pimpinan.\r\n\r\nKini zainuddin menjadi salah satu dari lima supir bus kampus, selain Burhan, Syamsuddin, Saharuddin, dan\u00a0 Abdul Rahim. Mereka semua sedang asik bermain game sambil menikmati kopi di sekitar kami.\r\n\r\nZainuddin mulai menunjuk beberapa mobil bus di hadapannya.\r\n\r\n\u201c Ada enam mobil bus, hanya ada empat yang masih layak operasi,\u201d jelasnya.\r\n\r\nSuka duka telah ia cicipi selama menjadi sopir bus. Apabila ada perintah pimpinan untuk mengantar mahasiswa ataupun diluar dari mahasiswa harus siap. Walaupun itu hanya di bayar dengan alakadarnya, tapi itu adalah tugas.\r\n\r\n\u201cMisalnya, dua juta yang harus di bayar tapi setengah dari itu ji<\/em> uangnya mahasiswa, yah kita terima saja dan tetap harus jalan.\u00a0 Di situlah suka dukanya,\u201d ucapnya lirih.\r\n\r\nDari sewa yang di berikan kepada sopir, itu juga di setor kepada pihak pengelola kendaraan untuk biaya perawatan sebanyak 50%.Selain itu resiko sebagai sopir bus, saat membawa muatan lebih.cSering kali kami jumpai saat membawa mahasiswa.\r\n\r\n\u201cBerdoa setiap kali berangkat, karena hidup di atas roda itu tidak gampang. Ibaratnya kaki kanan di penjara, dan kaki kiri di kuburan.\u00a0 kita\u00a0 sebagai sopir\u00a0 hidup di atas roda, roda berputar\u00a0 ekonomi lancar. Roda meletus matilah kita.\u201d tutupnya.","post_title":"Zainuddin Supir Bus Kampus: Roda Berputar Ekonomi Lancar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"zainuddin-supir-bus-kampus-roda-berputar-ekonomi-lancar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-11-09 03:14:13","post_modified_gmt":"2021-11-09 03:14:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5878","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5830,"post_author":"2","post_date":"2021-10-20 05:21:56","post_date_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content":"Gedung megah yang berada di pinggiran jalan Sultan Alauddin Makassar, dan dihiasi beberapa pepohonan yang tumbuh subur nan indah di sekitarnya. menjadikan tempat itu begitu sejuk dan nyaman dipandang dan dijadikan tempat nongkrong bagi sebagian mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dari luar gedung itu tampak kecil dan sempit, tetapi didalamnya terdapat beberapa gedung yang berdiri kokoh dan menjadi pusat beraktifitas bagi mahasiswa dan para birokrasi kampus. Gedung tersebut merupakan kampus hijau UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nSesungguhnya, kampus ini cukup strategis karena letaknya yang berada di pusat kota Makassar dan tepat berdiri di pinggiran jalan poros Sultan Alauddin, hal ini menjadikan kampus UIN Aladuddin Makassar sangat mudah diakses oleh mahasiswa.\r\n\r\nKampus ini dulunya adalah Fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antara tahun 1965-2005 terjadi beberapa perubahan status. Pada rentan waktu tersebut dengan adanya pertimbangkan saran dari masyarakat dan pemerintah, UIN Alauddin Makassar berubah menjadi Universitas berdasar pada landasan hukum peraturan presiden nomor 27 tahun 1963 menyatakan tentang sekurang-kurangnya tiga jenis Fakultas dengan keputusan menteri agama dapat digabung menjadi Institusi Agama Islam Negeri tersendiri, adapun fakultas yang pertama yakni Fakultas Syari\u2019ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Maka tanggal 10 November 1965 resmi berstatus mandiri dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar.\r\n\r\nPenamaan IAIN dengan menggunakan kata Alauddin adalah sebagai simbol penghargaan terhadap raja Gowa yang pertama memeluk Islam. Gowa juga merupakan salah satu kerajaan besar di Makassar. Dengan nama Alauddin ini, IAIN Alauddin diharapkan dapat menjadi seperti kerajaan Gowa yang membawa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Pemberian nama \u201cAlauddin\u201d ini pertama kali dikemukakan oleh pendiri IAIN Alauddin, diantaranya Andi Pangeran Petta Rani adalah cucu atau turunan dari Sultan Alauddin yang juga mantan gubernur Sulawei Selatan dan Ahmad Makkarausu Amansyah seorang ahli sejarah.\r\n\r\nSeiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta banyaknya perubahan mendasar atas lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989, IAIN Alauddin Makassar resmi berubah menjadi UIN Alauddin Makassar pada tanggal 10 Oktober 2005.\r\n\r\nDari perubahan nama tersebut membuat UIN Alauddin Makassar perkembang pesat dan menjadi salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia, tercatat pada tahun 2021 kampus UIN Alauddin Makassar masuk dalam peringkat 10 kampus Islam terbaik di Indonesia. Inilah pencapaian terbaik yang diperoleh sejak didirikannya Universitas ini.\r\n\r\nLewat perkembangan yang di alami kampus UIN Alauddin Makassar berimbas terhadap bertambahnya peminat kampus, membuat birokrasi memutar otak dan mengambil langkah taktis dalam mengatasi peningkatan jumlah peminat kampus tersebut, dan hasilnya kampus UIN Alauddin Makassar yang dulunya berada di Jl. Sultan Alauddin berpindah ke daerah Samata.\r\n\r\nPada tahun 2009 pembangunan gedung di kampus II UIN Alauddin Makassar mulai berjalan secara massif dan terus dikembangkang hingga saat ini.\r\n\r\n\u201cNah yang kedua, ada memangmi kampus UIN disini tapi hanya dua Fakultas teknik sama kesehatan, pembangunan gedugnnya ini dimulai pada tahun 2009\u201d kata Pak Farid selaku staf di UIN Alauddin Makassar.\r\n\r\nPemindahan dari Alauddin ke Samata dilakukan karena adanya pembagian sektoral di Makassar, dimana sektor pendidikan berada di daerah Samata keluharan Somba Opu. Pemilihan daerah ini, dikarenakan lokasi yang terdekat dari pusat kota. Dulunya tempat ini adalah hutan belantara, dimana tidak adanya kos-kosan, penjual dan akses jalan yang sulit.\r\n\r\n\u201cHutan belantara dulu disini, kita juluki dulu kampus ini, kampus ditengah hutan. Kos-kosan tidak ada, penjual-penjual tidak ada, akses jalanan jelek\u201d lanjut Pak Farid\r\n\r\nProses pemindahan kampus tak berjalan begitu saja, banyak hambatan yang dilalui oleh birokrasi kampus dan mahasiswa. Terutamanya untuk mahasiswa karena kondisi sekitar kampus yang masih sangat minim tempat tinggal berupa kos dan kontrakan selain itu karna akses jalan yang sulit membuat mahasiswa terkendala akan alat transportasi.\r\n\r\nAwalnya pemindahan ini memicu banyak konflik antara birokrasi kampus dengan mahasiswa, sehingga terjadi aksi penolakan yang di lakukan mahasiswa. akan Tetapi aksi ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak birokrasi dan tetap memindahkan sistem administrasi.\r\n\r\n\u201cOrang kita demo dulu, mahasiswa tidak sepakat pindah dari kampus satu kesini karena yang pertama jauh dan yang kedua jalan serta semua administrasi pindah ke kampus dua yah mau tidak mau\u201d sambung pak Farid\r\n\r\nPemindahan kampus UIN Alauddin makassar memiliki banyak polemik terhadap mahasiswa lama dikarenakan tempat tinggal yang berada di sekitaran alauddin. Maka dari itu kampus memberikan solusi dengan pemindahan secara bertahap untuk mahasiswa lama dan untuk mahasiswa baru langsung di kuliahkan di kampus II UIN Alauddin yang berada di Samata.\r\n\r\n\u201cCuman yang agak berubah itu senior-seniorku mereka rata-rata kos disekitar kampus satu dan kuliahnya dikampus dua dengan tranportasi yang kurang\u201d kata Nazliah Mutahar S.E.\r\n\r\nKampus juga menyediakan transportasi berupa pete-pete (Angkutan Umum) dari kampus Alauddin ke kampus Samata untuk mahasiswa yang tak memiliki kendaraan. Namun, pete-pete ini memiliki jadwal keberangkatan tersendiri untuk ke Samata. Namun sayangnya hal tersebut belum menjadi solusi efektif terhadap masalah transportasi yang dihadapi mahasiswa, karna adanya jadwal keberangkatan mengharuskan mahasiswa untuk berburu waktu dan tak dapat menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.\r\n\r\nPerkembangan dan pembangunan kampus II UIN Alauddin Makassar yang berada di samata terus dilakukan sampai sekarang, hal ini terlihat dengan banyaknya pembangunan gedung baru yang saat ini masih berlangsung berupa masjid, pasca sarjana dan beberapa gedung lainnya. Namun lewat pembangunan yang di lakukan di kampus II UIN Alauddin Makassar tak mengurangi Pembangunan di kampus I, terlihat dari pembangunan Training Center dan rumah sakit. Training Center ini kadang kala dipergunakan sebagai tempat rapat birokrasi kampus dan juga sebagai Gedung pernikahan.\r\n\r\nKampus I yang berada di jl. Sultan Alauddin saat ini ditempati untuk jurusan kedokteran karena laboratorium untuk kedokteran masih berada di kampus I Alauddin guna meminimalisir tempat di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan kampus II UIN Alauddin yang ada di Samata.\r\n\r\nDengan segala perkembangan dan tingkat peminat UIN Alauddin Makassar yang tiap tahunnya terus bertambah maka dari itu birokrasi kampus sangat gencar meningkatkan pembangunan dalam hal infrastruktur dan pengembangan pengetahuan seperti lahirnya beberapa jurusan serta fakultas.\r\nPada tahun ini tercatat ada 8 fakultas sebagai pondasi pengembangan pengetahuan di UIN Alauddin Makassar, yaitu Fak. Tarbiyah dan Keguruan, Fak. Sains dan Teknologi, Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fak. Syariah dan Hukum, Fak. Adab dan Humaniora, Fak. Dakwah dan Komunikasi, dan Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam.\r\n\r\nPenulis : Erninda Ananda Salju<\/strong>\r\n\r\nEditor\u00a0 : Redaksi Anotasiar<\/strong>","post_title":"Lika Liku Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"lika-liku-kampus-peradaban-uin-alauddin-makassar","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-10-20 05:21:56","post_modified_gmt":"2021-10-20 05:21:56","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=5830","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2923,"post_author":"2","post_date":"2021-07-01 14:20:07","post_date_gmt":"2021-07-01 14:20:07","post_content":"Sore di tengah waktu yang perlahan menuju petang, di bawah pohon mangga yang cukup rimbun daunnya, saya duduk merenung. Berusaha menjawab tanya dalam kepala \u201cBagaimana Samata dulu?\u201d dimana wilayah ini menjadi sentrum<\/em> dibangunnya salah satu kampus megah UIN Alauddin Makassar, yang selanjutnya menjadi pusat administrasi kampus yang sebelumnya berada di Jln. Sultan Alauddin, Makassar. Tepatnya, Kampus ini didirikan di Kelurahan Samata, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Setelah saya memastikan dan menyakinkan diri pada rasa penasaran yang mesti saya jawab diatas, khususnya dibalik lika-liku sejarah tempat berdiriya kampus tersebut. Saya memulai satu per satu pencarian, berikut catatan yang saya sajikan.\r\n\r\nPerkembangan daerah Samata sejak berstatus kampung, berangsur-angsur menjadi desa sampai kini yang telah berstatus kelurahan, \u00a0telah banyak mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi dengan banyaknya migrasi penduduk yang memutuskan untuk bermukim di Kelurahan Samata. Selain itu, Kampung Samata merupakan daerah tujuan karena adanya Kampus 2 UIN Alauddin Makassar selanjutnya disingkat UINAM dan banyaknya kehadiran pabrik industri. Hal ini dinilai sebagai ruang bagi roda perekonomian yang akan sama berkembangnya. Akibatnya untuk mengantisipasi \u00a0lonjakan penambahan penduduk non-lokal, pembangunan infrastruktur, perumahan dan pemukiman berkembang sama pesatnya.\r\n\r\nKelurahan Samata yang kini sangat padat dengan banyaknya lalu Lalang kendaraan, dulunya hanya dipenuhi kebun ubi yang ditanam oleh masyarakat setempat. Dimana beberapa titik, infrastruktur jalan belum sebaik dan semudah hari ini untuk dilalui.\u201cIni dulu disini tidak ada jalanan raya, cuman kebun ubinya orang. Awal-awalna saja uin pindah masih jalanan tanah merah baru jalanan kecil,\u201d<\/em> Ujar Dg. Naba\u2019 usia 47 tahun salah satu masyarakat lokal yang kini bekerja sebagai petugas keamanan kampus UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum tahun 1986 Samata masih belum layak huni karna jauhnya akses dari pusat kota. Apalagi pemerintah belum memberikan fasilitas publik untuk masyarakat \u201cDisini saja masuk PLN di Kel. Samata itu tahun 1986, terus itu bagian Pesantren Guppi naik kesana banyakmi rumah,\u201d Lanjutnya.\r\n\r\nDilansir dari Jurnal Pemikir Sejarah dan Pendidikan Sejarah bahwa nama Saumata sendiri sudah ada sejak Zaman Kerajaan Gowa, Saumata pada masa Kerajaan Gowa termasuk kedalam derertan negeri yang disebut K<\/em>asuwiang <\/em>S<\/em>alapanga<\/em> yang meliputi Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agang Je\u2019ne, Bisei, Kalling dan Sero. Hal ini dikonfirmasi oleh Dg. Naba \u201cItulah dikatakan batesalapang, ada Samata salah satunya disitu Namanya itu kaya Gallara Samata, Gallara Tombolo itu dia semacam DPR kalau sekarang, itu yang memilih Raja\u201d.\r\n\r\n\u201cItu Samata dulu namanya Desa Samata Kec. Sombaopu sebelumnya itu Namanya Desa Keresidenan Tamalate Kec.Tamalate terbentuk desa Samata pada tahun 1961 dengan kepala desa pertama Namanya H. Bani\u201d tambah Dg. Naba. Selanjutnya awal berdiri desa Samata pada tahun 1961 dengan Kepala Desa pertama Bernama H.Muh.Saleh dg. Bani. Pada awal berdiriya, Samata meliputi empat dusun yaitu : Samata, Romangpolong, Paccinongang dan Pao-Pao dengan jumlah penduduk sebanyak 3.386 jiwa.\r\n\r\nSamata menjadi desa di bawah kecamatan Sombaopu periode tahun 1971 karena adanya perubahan administratif \u00a0kewilayahaan. Saat penduduk desa sudah memenuhi prasyarat pengembangan wilayah, maka Samata sebagai desa selanjutnya dibagi menjadi beberapa wilayah Desa. Desa Samata pada waktu itu dimekarkan menjadi 3 Desa, yaitu Samata, Romangpolong dan Paccinongang. Sedangkan Lingkungan Pao-Pao dilebur ke dalam Desa Paccinongang karena prasyarat untuk menjadi sebuah desa tidak terpenuhi.\r\n\r\nDengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Maka Pemekaran daerah terjadi mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten\/kota. Hadirnya pemekaran kabupaten\/kota diikuti dengan pemekaran kecamatan, maka pemekaran Kecamatan berimplikasi pada terbentuknya ibu kota kecamatan baru. Sejumlah desa berubah statusnya menjadi sebuah kelurahan. Hal ini berlaku pula atas daerah Samata berdiri, setelah mekar menjadi tiga desa, lewat peraturan pemerintah dan telah terpenuhinya syarat untuk menjadi kelurahan, akhirnya status desa atas daerah Samata tersebut berganti menjadi kelurahan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Dg. Naba \u201cPada tahun 1999 Kelurahan Samata dipecah menjadi 3 itu kelurahan samata, kelurahan romangpolong dan kelurahan paccinongan\u201d.\r\n\r\nDi masa 1981-1998 rumah pemukiman di kelurahan Samata masih dominan tradisional dan masyarakat lokal masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan lahan untuk Bertani lebih dominan dan jumlah penduduk yang masih sangat minim bermukim di daerah Samata. Sehingga alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman belum banyak dilakukan. \u201cPada masa Pemerintahan Orde Baru dalam kurung waktu tahun 1981-1998 pemukiman masyarakat di Kelurahan Samata masih hanya berbentuk rumah tradisional yaitu rumah panggung dan mayoritas dari penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya lahan persawahan yang berada dalam Kelurahan Samata\u201d(Hamdan, Namajuddin dan Rasid : 2009).\r\n\r\nSetelah menjadi kelurahan, Samata memiliki area administrasi seluas 2,44 km2 atau 244 Ha. Berbatasan dengan Kota Makassar di sebelah utara, Romangpolong di sebelah selatan, Paccinongan di sebelah barat serta Kec. Bontomarannu di sebelah timur. Penamaan Samata sendiri pernah mengalami perubahan. Pada awalnya, Samata bernama Saumata yang berasal dari dua suku kata yaitu S<\/em>au<\/em> dan Mata<\/em> menjadi satu suku kata yaitu S<\/em>aumata<\/em>. Saumata<\/em> mengalami suatu penghapusan kata menjadi Samata<\/em>. Pengertian S<\/em>au<\/em> sendiri dalam bahasa masyarakat setempat diambil dari kata Assau<\/em> artinya: Nyaman, Sedap, Puas dan Segar. Mata<\/em> artinya salah satu panca indera yang fungsinya untuk melihat. Jadi, Saumata<\/em> dapat diartikan sebagai sedap\/nyaman di pandang mata, segar mata memandang, atau puas mata memandang.\r\n\r\nSulkifli 29 tahun seorang warga lokal yang tinggal diperbatasan Samata Patalassang mengakui \u201cDulu saat raja-raja ingin mencuci mata mereka ke Samata karena dulu di Samata bagus pemandangannya, kemudian banyak perempuan yang dianggap cantik pada masanya yang lahir dan besar di daerah sini\u201d\r\n\r\nNamun setelah terjadinya peristiwa pembantaian oleh Westerling yang dilakukan Belanda di tahun 1946-1947 di Saumata. Akibat kejadian tersebut pemerintah belanda membubarkankan Saumata yang termasuk wilayah bate salapang. Akhirnya Saumata dijadikan sebagai pemerintahan kampung dalam wilayah Distrik Tombolo dan bernama Kampung Samata.\r\n\r\nPenulis : Nur Fadhilah<\/strong>\r\n\r\nEditor : Abrisal dan Uzair<\/strong>","post_title":"Sejarah Dibalik Riuhnya Samata","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"sejarah-dibalik-riuhnya-samata","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-09-22 17:45:20","post_modified_gmt":"2021-09-22 17:45:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.id\/?p=2923","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};

Feature

Add New Playlist