Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung
Di bawah langit Jakarta yang mendung, di tengah lautan manusia yang bersuara, Affan Kurniawan meninggal. Ia bukan hanya nama, tapi...
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"darah-di-aspal-demokrasi-kematian-affan-dan-hancurnya-simbol-pelindung","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-30 04:17:16","post_modified_gmt":"2025-08-30 04:17:16","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9849","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9837,"post_author":"2","post_date":"2025-08-12 12:52:51","post_date_gmt":"2025-08-12 12:52:51","post_content":"\n
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"darah-di-aspal-demokrasi-kematian-affan-dan-hancurnya-simbol-pelindung","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-30 04:17:16","post_modified_gmt":"2025-08-30 04:17:16","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9849","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9837,"post_author":"2","post_date":"2025-08-12 12:52:51","post_date_gmt":"2025-08-12 12:52:51","post_content":"\n
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"darah-di-aspal-demokrasi-kematian-affan-dan-hancurnya-simbol-pelindung","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-30 04:17:16","post_modified_gmt":"2025-08-30 04:17:16","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9849","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9837,"post_author":"2","post_date":"2025-08-12 12:52:51","post_date_gmt":"2025-08-12 12:52:51","post_content":"\n
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"darah-di-aspal-demokrasi-kematian-affan-dan-hancurnya-simbol-pelindung","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-30 04:17:16","post_modified_gmt":"2025-08-30 04:17:16","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9849","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9837,"post_author":"2","post_date":"2025-08-12 12:52:51","post_date_gmt":"2025-08-12 12:52:51","post_content":"\n
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};
Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"darah-di-aspal-demokrasi-kematian-affan-dan-hancurnya-simbol-pelindung","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-30 04:17:16","post_modified_gmt":"2025-08-30 04:17:16","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9849","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9837,"post_author":"2","post_date":"2025-08-12 12:52:51","post_date_gmt":"2025-08-12 12:52:51","post_content":"\n
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};
Penulis: Muhammad Radiansyah (Pengurus PC. KPM-PM Cab. Polewali)<\/p>\n\n\n\n
Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"darah-di-aspal-demokrasi-kematian-affan-dan-hancurnya-simbol-pelindung","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-30 04:17:16","post_modified_gmt":"2025-08-30 04:17:16","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9849","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9837,"post_author":"2","post_date":"2025-08-12 12:52:51","post_date_gmt":"2025-08-12 12:52:51","post_content":"\n
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};
Mari kita bersatu. Mari kita bangkit. Kita tahu, dari satu nyawa yang hilang, seribu perlawanan baru akan muncul. Keadilan untuk Affan Kurniawan bukan hanya slogan, tapi janji yang harus kita tunaikan bersama. Mari kita robohkan kekuasaan yang kejam, mari kita putus lingkaran hukum yang sudah lama menindas. Persatuan ini adalah satu-satunya cara kita melawan penindasan. Mari kita suarakan \"Satu terbunuh, seribu menyerbu!\" dan \"Keadilan untuk Affan Kurniawan!\" sebagai simbol perlawanan dan persatuan kita yang menuntut keadilan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis: Muhammad Radiansyah (Pengurus PC. KPM-PM Cab. Polewali)<\/p>\n\n\n\n
Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"darah-di-aspal-demokrasi-kematian-affan-dan-hancurnya-simbol-pelindung","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-30 04:17:16","post_modified_gmt":"2025-08-30 04:17:16","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9849","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9837,"post_author":"2","post_date":"2025-08-12 12:52:51","post_date_gmt":"2025-08-12 12:52:51","post_content":"\n
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};
Kini, darahnya membasahi tanah di depan gedung DPR. Darah yang menuntut pertanggungjawaban, bukan cuma janji kosong. Di setiap tangisan dan langkah demonstran, Affan hidup kembali. Ia menjadi api di hati setiap buruh, petani, dan mahasiswa yang muak dengan penindasan.<\/p>\n\n\n\n
Mari kita bersatu. Mari kita bangkit. Kita tahu, dari satu nyawa yang hilang, seribu perlawanan baru akan muncul. Keadilan untuk Affan Kurniawan bukan hanya slogan, tapi janji yang harus kita tunaikan bersama. Mari kita robohkan kekuasaan yang kejam, mari kita putus lingkaran hukum yang sudah lama menindas. Persatuan ini adalah satu-satunya cara kita melawan penindasan. Mari kita suarakan \"Satu terbunuh, seribu menyerbu!\" dan \"Keadilan untuk Affan Kurniawan!\" sebagai simbol perlawanan dan persatuan kita yang menuntut keadilan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis: Muhammad Radiansyah (Pengurus PC. KPM-PM Cab. Polewali)<\/p>\n\n\n\n
Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"darah-di-aspal-demokrasi-kematian-affan-dan-hancurnya-simbol-pelindung","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-30 04:17:16","post_modified_gmt":"2025-08-30 04:17:16","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9849","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9837,"post_author":"2","post_date":"2025-08-12 12:52:51","post_date_gmt":"2025-08-12 12:52:51","post_content":"\n
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};
Kematiannya bukan sekadar berita. Ini adalah bukti nyata bahwa di balik kekuasaan, ada nyawa rakyat kecil yang dianggap tidak ada harganya. Di bodi mobil barakuda, tak ada lagi simbol pelindung. Yang ada hanyalah besi dingin yang melindas dan tubuh yang hancur, sementara teriakan protes yang dibungkam menjadi nyanyian perlawanan. Lebih dari 400 peserta aksi dikabarkan ditangkap, dipukuli, dan disiksa dalam tahanan. Ini jelas teror dari negara untuk membungkam suara rakyat yang kritis.<\/p>\n\n\n\n
Kini, darahnya membasahi tanah di depan gedung DPR. Darah yang menuntut pertanggungjawaban, bukan cuma janji kosong. Di setiap tangisan dan langkah demonstran, Affan hidup kembali. Ia menjadi api di hati setiap buruh, petani, dan mahasiswa yang muak dengan penindasan.<\/p>\n\n\n\n
Mari kita bersatu. Mari kita bangkit. Kita tahu, dari satu nyawa yang hilang, seribu perlawanan baru akan muncul. Keadilan untuk Affan Kurniawan bukan hanya slogan, tapi janji yang harus kita tunaikan bersama. Mari kita robohkan kekuasaan yang kejam, mari kita putus lingkaran hukum yang sudah lama menindas. Persatuan ini adalah satu-satunya cara kita melawan penindasan. Mari kita suarakan \"Satu terbunuh, seribu menyerbu!\" dan \"Keadilan untuk Affan Kurniawan!\" sebagai simbol perlawanan dan persatuan kita yang menuntut keadilan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis: Muhammad Radiansyah (Pengurus PC. KPM-PM Cab. Polewali)<\/p>\n\n\n\n
Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"darah-di-aspal-demokrasi-kematian-affan-dan-hancurnya-simbol-pelindung","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-30 04:17:16","post_modified_gmt":"2025-08-30 04:17:16","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9849","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9837,"post_author":"2","post_date":"2025-08-12 12:52:51","post_date_gmt":"2025-08-12 12:52:51","post_content":"\n
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};
Di bawah langit Jakarta yang mendung, di tengah lautan manusia yang bersuara, Affan Kurniawan meninggal. Ia bukan hanya nama, tapi cerita sedih yang menyakitkan hati. Ia tewas, bukan karena kecelakaan biasa, tapi dilindas oleh mobil baja yang kebal hukum, kendaraan yang seharusnya melindungi justru menindasnya.<\/p>\n\n\n\n
Kematiannya bukan sekadar berita. Ini adalah bukti nyata bahwa di balik kekuasaan, ada nyawa rakyat kecil yang dianggap tidak ada harganya. Di bodi mobil barakuda, tak ada lagi simbol pelindung. Yang ada hanyalah besi dingin yang melindas dan tubuh yang hancur, sementara teriakan protes yang dibungkam menjadi nyanyian perlawanan. Lebih dari 400 peserta aksi dikabarkan ditangkap, dipukuli, dan disiksa dalam tahanan. Ini jelas teror dari negara untuk membungkam suara rakyat yang kritis.<\/p>\n\n\n\n
Kini, darahnya membasahi tanah di depan gedung DPR. Darah yang menuntut pertanggungjawaban, bukan cuma janji kosong. Di setiap tangisan dan langkah demonstran, Affan hidup kembali. Ia menjadi api di hati setiap buruh, petani, dan mahasiswa yang muak dengan penindasan.<\/p>\n\n\n\n
Mari kita bersatu. Mari kita bangkit. Kita tahu, dari satu nyawa yang hilang, seribu perlawanan baru akan muncul. Keadilan untuk Affan Kurniawan bukan hanya slogan, tapi janji yang harus kita tunaikan bersama. Mari kita robohkan kekuasaan yang kejam, mari kita putus lingkaran hukum yang sudah lama menindas. Persatuan ini adalah satu-satunya cara kita melawan penindasan. Mari kita suarakan \"Satu terbunuh, seribu menyerbu!\" dan \"Keadilan untuk Affan Kurniawan!\" sebagai simbol perlawanan dan persatuan kita yang menuntut keadilan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis: Muhammad Radiansyah (Pengurus PC. KPM-PM Cab. Polewali)<\/p>\n\n\n\n
Editor: M Yusrifar<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Darah di Aspal Demokrasi: Kematian Affan dan Hancurnya Simbol Pelindung","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"darah-di-aspal-demokrasi-kematian-affan-dan-hancurnya-simbol-pelindung","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-30 04:17:16","post_modified_gmt":"2025-08-30 04:17:16","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9849","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9837,"post_author":"2","post_date":"2025-08-12 12:52:51","post_date_gmt":"2025-08-12 12:52:51","post_content":"\n
Kepala dinas perpustakaan dan Kearsiapan daerah Kab.Polewali Mandar Menyatakan bahwa literasi di Kabupaten Polewali Mandar berada dalam kondisi darurat adalah sebuah lonceng peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran seluruh pemangku kebijakan. Ini bukan sekadar isu sektoral, melainkan cerminan dari kegagalan sistemik yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketika literasi lumpuh, maka masalah-masalah turunan seperti tingginya angka stunting, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lesunya ekonomi, dan pengelolaan lingkungan yang buruk akan terus bermunculan. Ini adalah konsekuensi logis dari masyarakat yang tidak memiliki fondasi pengetahuan dan wawasan yang kuat.
Salah satu akar masalah yang paling kentara adalah ketidakselarasan kebijakan dan implementasi. Di satu sisi, ada tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi, namun di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di lapangan justru tidak mendukung. Sebagai contoh, sekolah-sekolah diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membeli buku, tetapi tidak dibekali dengan pustakawan yang kompeten untuk mengelola perpustakaan. Lebih parah lagi, peran pustakawan justru dialihfungsikan menjadi guru mata pelajaran lain, menunjukkan adanya kekacauan regulasi yang tidak hanya merugikan profesi, tetapi juga mengabaikan esensi dari perpustakaan itu sendiri.
Masalah ini diperparah dengan adanya kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta. Perasaan \"dianak tirikan\" yang dialami oleh beberapa institusi pendidikan swasta adalah bukti nyata bahwa perhatian pemerintah daerah belum merata. Padahal, baik sekolah negeri maupun swasta sama-sama memiliki peran krusial dalam mencerdaskan anak bangsa. Diskriminasi semacam ini hanya akan memperlebar jurang kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi literasi secara keseluruhan.
Untuk keluar dari kondisi darurat ini, pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa hanya mengandalkan program-program jangka pendek atau parsial. Dibutuhkan kebijakan holistik dan terintegrasi yang melibatkan seluruh dinas terkait, mulai dari pendidikan, perpustakaan, hingga perencanaan pembangunan. Ini berarti perlunya reformasi regulasi yang jelas, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta komitmen penuh untuk memberdayakan tenaga pendidik dan pustakawan. Literasi harus dianggap sebagai fondasi utama pembangunan, bukan sekadar program pelengkap.
oleh karena itu kami dari KPM-PM Cab. Polewali Menyampaikan Kepada Pemangku Kebijakan Daerah, Jika tidak ada langkah strategis dan terpadu yang diambil, maka pernyataan \"literasi darurat\" akan terus menjadi kenyataan pahit yang menghambat kemajuan daerah. Masa depan Polewali Mandar sangat bergantung pada sejauh mana seluruh jajaran pemerintahan mampu merespons kritik ini dengan aksi nyata, mengubah tata kelola yang kacau, dan meletakkan literasi sebagai prioritas utama dalam setiap agenda pembangunan.<\/p>\n\n\n\n
Penulis : (Staf Bid.Pengkajian dan Pengembangan Wacana KPM-PM Cab.Polewali).<\/p>\n\n\n\n
Editor : M.Yusrifar<\/p>\n","post_title":"Polewali Mandar Diujung Aksara : Alarm Darurat Untuk Negeri Yang Lupa Membaca","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"polewali-mandar-diujung-aksara-alarm-darurat-untuk-negeri-yang-lupa-membaca","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-08-16 23:09:28","post_modified_gmt":"2025-08-16 23:09:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9837","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9652,"post_author":"2","post_date":"2025-06-25 14:28:28","post_date_gmt":"2025-06-25 14:28:28","post_content":"Republik Islam Iran adalah negara arab yang paling konsisten menyatakan perang terbuka dengan Israel, Amerika dan sekutunya dengan alasan yang syar\u2019i. Perlawanan yang serius, tanpa kompromi dan intrik politik yang tiada arti, menjadikan Iran tidak mudah ditaklukkan oleh siasat kotor zionis. Tentu, dibalik itu semua, kita mengetahui bahwa Republik Islam Iran menanamkan spirit karbala sebagai basis gerakan melawan kedzaliman. Para putra terbaik Imam Husain berani menyatakan keber-Islam-an nya dengan rudal keimanan yang kokoh, konsisten dan revolusioner.\r\n \r\nTragedi Karbala bukanlah tragedi biasa, ia hadir sebagai sebuah peristiwa yang unik di tahun 64 Hijriah. Bukanlah peristiwa perebutan kekuasaan seperti yang diceritakan beberapa sejarawan. Tapi pada intinya adalah perjuangan menegakkan ajaran-ajaran pokok Islam yang revolusioner. Pertempuran ini harusnya dilihat sebagai pertempuran antara kejahatan dan kebenaran, untuk memperebutkan idiom teologis dan politis sebagaimana dalam doa Imam Husein \u201cya Allah! Kau sendiri tau bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menentramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu\u201d. Maka konsekuensi logis dari peristiwa Karbala adalah pernyataan ke-Esa-an Allah SWT beriring dengan pernyataan politik Islam yang menyatukan ummat dalam panji kebenaran.\r\n \r\nBenih-benih perlawanan Karbala lahir dari adanya nilai-nilai Islam yang revolusioner tergerus oleh kelakuan Dinasti Umayyah yang sangat kelewatan. Abudzar al Ghifari yang berusaha melawan penumpukan kekayaan yang dilakukan oleh Muawiyah rupanya tak cukup. Hingga pada akhir hayatnya, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Imam Hasan (kakak kandung Ima jim Husein) dan mengalihkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid sebagai pelaku asusila dan simbol jahiliyah. Yazid yang haus akan legitimasi menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk memaksa sang Imam yang saat itu berada di Madinah untuk mengakui (bai\u2019at) kepemimpinannya.\r\n \r\nSetelah diuber-uber oleh rezim Yazid, akhirnya sang Imam memutuskan untuk pergi ke Kufa. Dalam perjalanannya menuju Kufa, beliau beserta para pengikutnya yang setia, dikepung oleh pasukan Ubaidillah Ibn Ziyad yang baru saja menjadi gubernur Kufa saat itu. Akbatnya pada tanggal 7 Muharram Imam Husein dan pengikutnya kehabisan makanan karena tentara Ziyad membatasi pasokan makanan agar Imam Husein dan pengikutnya menyerah dan tunduk pada rezim Yazid yang congkak. Alih-alih menyerah, pada tanggal 10 Muharram, dengan jumlah tak lebih dari 72 orang, dilanda puncak kelaparan dan kehausan, Imam Husein dan pengikutnya memutuskan untuk berperang sampai mati. Dalam peperangan yang tidak seimbang itu menyebabkan Imam Husein dan yang lainnya syahid serta keluarga beliau dijadikan tawanan perang.\r\n \r\nDibalik kisah epik itu, darah jihad mereka memberikan motivasi hidup yang baru untuk memperjuangkan revolusi Islam. Sebagai dinamika sejarah, hari ini Islam mengalami pola yang sama dengan berdiri tegak melawan zionis. Bukankah Imam Husein dan pengikutnya yang gugur menjadi saksi kenapa mereka mati?. Pembantaian, diskriminasi, pelecehan, pembunuhan dirasakan oleh anak-anak dan wanita di Gaza setiap harinya dengan kelaparan. Mereka yang tertindas tidak melahirkan keajaiban, kecuali keberanian dan kesabaran tiada tara.\r\n \r\nMaka melawan Israel, Amerika dan sekutunya adalah melawan imperealisme, kolonialisme dan kapitalisme global. Ideologi revolusioner Republik Islam Iran yang diilhami ajaran Syi\u2019ah Imamiyah nampaknya berhasil mengimplementasikan konsep amar ma\u2019ruf nahi munkar pada skala global. Hal ini mewujud pada konsistensi Imam Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk menolak segala upaya negosiasi dan akan meladeni perang yang dikumandangkan lebih dulu oleh musuh-musuh Islam sebagaimana yang disamapaikannya pada pidato nasional yang disiarkan langsung pada Rabu malam tanggal 18 Juni. Hal ini memicu energi poisitif dalam mendorong upaya politik Islam demi mempersatukan ummat dan menuju koridor keadilan yang dirindukan.\r\n \r\nDi bulan Muharram adalah momentum ummat Islam untuk mempersatukan gerakan. Imam Husein, bukan saja milik Syi\u2019ah, tetapi milik ummat manusia yang merindukan keadilan, seperti apa yang disampaikan oleh Atoine Bara dalam bukunya \u201cImam Hussein in Christian Ideolgy\u201d.\r\n\r\n\r\nPenulis: Ahmad Raihan\r\n\r\nEditor: M Yusrifar","post_title":"Dibalik Iran vs Israel : Spirit Karbala sebagai Komitmen Politik Islam yang Revolusioner","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dibalik-iran-vs-israel-spirit-karbala-sebagai-komitmen-politik-islam-yang-revolusioner","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-25 14:33:03","post_modified_gmt":"2025-06-25 14:33:03","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9652","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9626,"post_author":"2","post_date":"2025-06-03 10:52:55","post_date_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content":"\r\nIklim akademik di Indonesia menurut hemat saya, sebagai seorang mahasiswa pasca yang tak kunjung lulus disalah satu kampus di Makassar, bisa dikatakan terlalu berlebihan, jika seorang mahasiswa\/mahasiswi diberikan beban untuk setiap hasil penelitiannya terbit di jurnal terindeks scopus. Alih-alih terbit, beban moril kepada informan di lokasi penelitian saja, cukup berat bagi saya pribadi. Karena saya riset petani di dataran tinggi, hampir semua informan saya bertanya, setelah wawancara begini dek, mau diapa? Dengan berat hati, kadang saya menjawab dan kadang diam, namun ketika saya menjawab, sering saya sebut \u201csyarat kelulusan, semacam skripsi\u201d karena kebetulan dilokasi riset saya, istilah tesis masih banyak belum mengetahuinya kecuali aparat desanya.\r\n\r\nDalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal apa itu tesis dan apa itu skripsi dalam konteks di perdesaan, tapi bagaimana perasaan dan beban saya sebagai seorang yang meneliti terhadap subyek yang saya teliti dan hubungannya dengan kebijakan kampus yang diwajibkan bagi mahasiswa\/mahasiswi pascasarjana untuk hasilnya diterbitkan di jurnal terindeks scopus. Awweh!!! Mendengarnya saja cukup rumit dan berat yaa, atau hanya saya saja yang bodoh yang tidak mampu menulis artikel ilmiah bertaraf internasional? Sudahlah, karena ini merupakan pengalaman subyektif saya dan ketika ada yang juga merasakannya, berarti kitorang senasib dan siapkan uang kamu berjuta-juta rupiah untuk memenuhinya!!.\r\n\r\nAtas kondisi tersebut, saya tiba-tiba teringat dengan ungkapan Eko Prasetyo ditahun 2017 silam, ketika beliau berkunjung ke komunitas kami di Makassar bahwa \u201cpapan tulis di kampus sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan realitas sosial\u201d dari pernyatan tersebut, sering saya memikirkan ketika jam-jam rentan untuk OVT (pukul 00:00 ke atas) bagi pemuda seperti saya yang lebih banyak menganggur daripada bekerja, sering bertanya-tanya, apakah memang di Indonesia \u201cilmu hanya untuk ilmu?\u201d dan setiap hasil penelitian terukur keilmiahannya, ketika terbit di scopus? terus subyek yang teliti? mendapatkan apa? Sedangkan yang meneliti sudah meniti karir akademik mulai dari asisten ahli hingga lektor kepala bahkan sudah menjadi guru besar, dan secara bersamaan di lokasi penelitiannya, khususnya para informannya masih dalam kondisi yang begitu-begitu saja.\r\n\r\nJarak antara iklim akademik kampus dengan kondisi dilokasi penelitian semakin nampak jurang pemisahnya, asiikk. Kalau dilihat beberapa syarat kampus sih untuk menuju standar internasional, salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah jumlah publikasi ilmiah yang berstandar scopus. Kalau diperhatikan ngeri-ngeri juga ya standar-standar dalam kebijakan tata kelola perguruan tinggi kita. Pastinya dosen-dosen dan segala aktivitas akademik seperti saya ini, yang juga bagian dari aktivitas tersebut, akan disibukan dengan tuntutan publikasi, dan segala urusan administratif. Efeknya adalah, jangankan untuk mengajak orang lain untuk terlibat dalam menyusun rumusan ilmiah untuk perubahan sosial, mengurus tanggung jawabnya saja di kampus sudah berat. Tapi masih banyak orang-orang kampus menganggap bahwa hal demikian sebagai sesuatu yang baik dan perlu diikuti segala proseduralnya. Jadi diam saja, apalagi mahasiswa seperti saya ini, punya kekuatan apa? Orang tua bukan pejabat, bayar UKT saja sudah setengah mati, apalagi mau ngurusin kebijakan perguruan tinggi di Indonesia. Biarkan pemangku kebijakan memikirkan hal demikian, setidaknya saya sebagai penyetor pajak 12% cukup menuliskan pengalam yang tidak seberapa penting ini.\r\n\r\nWadduhh!! Sudah terlalu jauh yaa. Tapi saya menganggap kehidupan kampus khususnya di Makassar semakin aneh-aneh, selaian dari kewajiban mahasiswa untuk publikasi hasil penelitiannya di jurnal terindeks scopus, seperti ada kampus yang memproduksi uang palsu (mungkin produksi buku sudah tidak menarik lagi yaa), ada juga kampus, dimana mahasiswa protes terhadap kebijakan kampus yang tidak adil, malah diancam scorsing bahkan DO, bahkan ada dosen yang sentimen terhadap mahasiswa yang memiliki perbedaan perspektif. Anehhh kali kan!! Sebenarnya masih banyak, dan teman-teman bisa cari sendiri keanehan-keanehan kehidupan akademik kampus Makassar di beranda pencaharian handphone masing-masing.\r\n\r\nSaya melihat keanehan tersebut sebagai konsekuensi kebijakan perguruan tinggi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka lupa atau pura-pura lupa memikirkan hal-hal subtansi yang berada di luar kampus. Salah satunya ialah memikirkan nasib atas kondisi penghidupan informan atau subyek penelitian yang memberi informasi di setiap topik penelitian yang dilakukan. Saya merasa bahwa informan dalam penelitian tesis saya adalah orang yang paling berjasa atas segala proses penyelesaian studi dan proses belajar saya di kampung. Kalau bisa memberi input dalam iklim akademik kampus, sebaiknya hasil penelitian yang dilakukan, dikembalikan ke kampung. Selayaknya seorang kesatria yang meminjam pedang kepada gurunya, kembalikan pedang itu pada tempatnya.\r\n\r\nSebagai kawan belajar yang baik, relasi in-subyektifitas antara peneliti dan yang diteliti, saya melihatnya sebagai suatu kesatuan untuk merumuskan tindakan bersama, dalam rangka menciptakan perubahan kecil atas kehidupan yang layak untuk dijalani masing-masing, bukan dituntut membuat artikel ilmiah yang terindeks scopus. saya menganggap hal demikian masih terlalu jauh, dari cita-cita pendidikan untuk menciptakan perubahan. Terakhir dari tulisan yang tidak seberapa penting ini, izin saya mengutip perkataan Paulo Freire sebagai seorang pakar pendidikan \u201c Jika Pendidikan Tidak Memerdekakan Maka Akan Hadir Penindas Baru\u201d\r\n\r\n\r\nPenulis: I Tolo\u2019 Daeng Magassing\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani \r\n ","post_title":"Bukannya Mendorong Perubahan Atas Subyek yang Diteliti, Malah Wajib Terbit Scopus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukannya-mendorong-perubahan-atas-subyek-yang-diteliti-malah-wajib-terbit-scopus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-03 10:52:55","post_modified_gmt":"2025-06-03 10:52:55","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9626","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9618,"post_author":"2","post_date":"2025-06-02 00:19:54","post_date_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content":"Mungkin kata \u201cDemokrasi Indonesia yang sudah kebablasan\u201d sudah sering kita dengar dan tidak asing di telinga kita, ketika berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia ini. Tetapi apa benar kalau demokrasi di negeri kita tercinta ini seperti itu ?.\r\n\r\nMenurut saya pendapat yang menyatakan demokrasi di Indonesia ini sudah kebablasan ada benarnya juga. Dibuktikan dengan seringnya penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini, baik itu untuk memilih Gubernur, Bupati atau kepala desa. Dalam satu minggu saja sudah bisa dihitung jumlah pelaksanaan pemilu yang ada di negeri ini, sehingga tak heran jika ada sebutan yang menyatakan Indonesia adalah negara yang paling demokratis di dunia diukur dari seringnya penyelenggaraan pemilu yang ada di Indonesia. Padahal dalam satu kali penyelenggaraan pemilu sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga bisa dikatakan negara kita terlalu berani karena dalam setiap pengisian kekuasaan pemerintahan dilakukan melalui pemilihan umum.\r\n\r\nYa, memang sih perlu diakui kalau demokrasi di negeri kita ini berkembang sangat pesat dengan adanya pemilu-pemilu. Tetapi pemilu yang dilaksanakan tidak mampu menghasilkan pemimpin atau pejabat atau aktor-aktor politik yang baik yang diharapkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aktor-aktor politik yang terbukti melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Di sisi lain, demokrasi kita ini juga memiliki kelemahan karena pemilu itu sendiri, yaitu dari sisi pemilihnya karena sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, pendidikan dan ekonominya yang sangat rendah sehingga tak heran jika suaranya bisa di beli dengan uang.\r\n\r\nJual beli suara dalam pemilu sudah menjadi hal yang wajar dan biasa dalam demokrasi di Indonesia, saya sendiri sudah sering mendengar dari masyarakat bahwa untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan, seseorang akan dipilih jika dia mampu membeli suara dari masyarakat dan inilah yang sangat memprihatinkan dan meresahkan dari sistem demokrasi di negara kita ini.\r\n\r\nPadahal inti yang terpenting dalam demokrasi itu bukan terletak pada sistem pemilunya tetapi terletak pada bagaimana rakyat melakukan kontrol terhadap keputusan politik atau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah itu berpihak kepada nasib rakyat atau tidak. Pelaksanaan pemilu sendiri juga lebih banyak merugikan rakyat karena biaya yang harusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat malah terbuang sia-sia.\r\n\r\nWajah lain demokrasi kita selain dari pemilu yaitu tentang masalah demonstrasi atau unjuk rasa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai daerah. Bagi saya demonstrasi sih boleh-boleh saja tetapi jangan sampai bertindak anarkis sampai merusak fasilitas umum segala dan yang terpenting demonstrasi isinya tidak hanya menuntut-nuntut saja tetapi juga harus memberi solusi. Mungkin baru itu yang bisa saya sebutkan mengenai wajah-wajah demokrasi di negara kita tercinta ini dan pastinya masih banyak wajah-wajah lain dari demokrasi di negara kita. Banyak hal yang harus diperbaiki dari sistem demokrasi di negara ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari kita semua.\r\n\r\n\r\nPenulis: Muh. Faiz Ramadani\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Wajah Demokrasi Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"wajah-demokrasi-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-06-02 00:19:54","post_modified_gmt":"2025-06-02 00:19:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9618","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9592,"post_author":"2","post_date":"2025-05-30 09:03:37","post_date_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content":"\r\n\r\n\r\nDugaan pungutan liar (pungli) di kampus-kampus memang kerap muncul.Pungli di kampus merupakan masalah serius yang dapat merugikan mahasiswa dan merusak citra perguruan tinggi.\r\n\r\nSalah satu contoh dugaan pungli yang terjadi yaitu oknum dosen kepada mahasiswa yang terkait uang buku.\r\n\r\nPungutan liar (pungli) uang buku di kampus merujuk pada praktik di mana pihak kampus atau oknum dosen meminta kepada mahasiswa terkait biaya tambahan untuk membeli buku yang seharusnya sudah di tanggung dalam biaya UKT.praktik ini di anggap melanggar prinsip integritas dan dapat merugikan mahasiswa.ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut maka di ancam dengan nilai eror ketika mahasiswa tidak membeli buku tersebut.\r\n\r\nPungli uang buku merupakan tindakan yang melanggar kode etik dan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat.sedangkan itu sudah jelas bahwa ada undang-undang yang mengatur soal pungli tersebut yaitu undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, yang mengantur sanksi pidana bagi pelaku pungli.\r\n\r\nSanksi pidana tersebut:\r\nPelaku pungli dapat di jerat dengan pasal 12E undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.\r\n\r\nAdapun dampak dari pungli tersebut yaitu pungli ini dapat merugikan mahasiswa karena biaya tambahan tersebut dapat memberatkan mereka,terutama bagi meraka yang memiliki keterbatasan finansial.selain itu pungli juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan tinggi.\r\n\r\n\r\nPenulis: Nismawati Hasanah\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Pungli Di Kampus","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pungli-di-kampus","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-30 09:03:37","post_modified_gmt":"2025-05-30 09:03:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9592","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9579,"post_author":"2","post_date":"2025-05-26 04:58:53","post_date_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content":"\r\n\r\nKasus dosen Universitas Andalas yang menjadi tersangka korupsi Rp 2,7 miliar benar-benar mengecewakan. Dosen seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswa, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan mencoreng nama baik kampus. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.\r\n\r\nSelama ini, banyak orang percaya bahwa kampus adalah tempat yang bersih dan dihormati. Tempat di mana anak-anak muda belajar menjadi orang jujur, bertanggung jawab, dan berilmu. Tapi ketika ada dosen yang justru mengambil jalan curang, maka kepercayaan itu bisa hancur. Mahasiswa bisa bingung, bahkan kecewa. Bagaimana mereka bisa belajar tentang kejujuran dan etika jika pengajarnya sendiri melakukan kebalikannya?\r\n\r\nMasalah ini juga menunjukkan bahwa kampus perlu lebih ketat dalam mengawasi kegiatan para dosen dan pengelolaan keuangannya. Jangan sampai ada peluang untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.\r\n\r\nUntungnya, Universitas Andalas langsung bertindak dengan menonaktifkan dosen yang terlibat. Ini adalah langkah yang baik agar kasus ini bisa diproses secara hukum dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di kampus.\r\n\r\nNamun ke depannya, semua perguruan tinggi harus lebih serius menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi juga kepada semua staf pengajar dan pegawainya. Kampus harus menjadi tempat yang benar-benar mendidik, bukan sekadar tempat mencari gelar.\r\n\r\nKasus ini adalah peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kalau orang-orang di dalam kampus saja bisa melakukan korupsi, bagaimana dengan tempat lain? Maka penting bagi kita semua untuk menjaga kampus tetap bersih, demi masa depan yang lebih baik.\r\n\r\n\r\nPenulis: A. Muh. Shafwah Mustaghfir\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Dosen Korupsi, Pendidikan Jadi Tercoreng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dosen-korupsi-pendidikan-jadi-tercoreng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-26 04:58:53","post_modified_gmt":"2025-05-26 04:58:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9579","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":9569,"post_author":"2","post_date":"2025-05-23 12:24:28","post_date_gmt":"2025-05-23 12:24:28","post_content":"Mahasiswa saat ini merupakan aspek penting yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan tinggi. menurut saya bahwa etika mahasiswa saat ini semakin menjadi tantangan tersendiri karena pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat \r\n\r\nBanyak mahasiswa yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama karena kemajuan teknologi \r\n\r\n dan menyontek saat ujian menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa belum sepenuhnya memahami pentingnya integritas akademik\r\nada juga banyak mahasiswa yang aktif ikut kegiatan positif seperti organisasi, kerja sosial, dan membantu orang lain.\r\n\r\n Mereka menunjukkan kalau mahasiswa bisa berperilaku baik dan bertanggung jawab. Selain itu, penggunaan media sosial yang tidak bijak juga sering menimbulkan konflik dan merusak citra mahasiswa sebagai agen perubahan yang beretika\r\n\r\n\r\nMahasiswa yang memiliki etika yang baik akan dapat menampilkan perkataan yang baik, dengan cara yang baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. \r\n\r\n\r\nBanyak mahasiswa yang kurang serius saat belajar, seperti tidak fokus di kelas atau sering menggunakan ponsel saat kuliah sedang berlangsung tanpa izin dosen terlebih dahulu\r\n\r\nMahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau , generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.\r\n\r\n\r\nNamun, saya percaya bahwa dengan pembinaan yang tepat dan kesadaran diri mahasiswa sendiri, etika ini dapat diperbaiki. Pendidikan karakter dan pelatihan soft skills harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki moral dan etika yang kuat.\r\n\r\n\r\nPenulis: Tiara\r\n\r\nEditor: Hulwana Ahsyani","post_title":"Etika Mahasiswa Saat Ini","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"etika-mahasiswa-saat-ini","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2025-05-23 12:26:32","post_modified_gmt":"2025-05-23 12:26:32","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/www.anotasiar.com\/ie\/?p=9569","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_3"};